Zeng Guofan, seorang negarawan terkemuka di akhir Dinasti Qing, memberikan dampak yang signifikan pada politik, urusan militer, budaya, dan ekonomi. Ia juga sangat dihormati karena prinsip-prinsipnya dalam hidup dan perilaku, yang dapat menghasilkan keberuntungan. Pendekatannya terhadap masalah pribadi dan profesional membuatnya dikagumi oleh generasi berikutnya, yang membuatnya mendapat gelar seperti “orang terhebat di Tiongkok modern” dan “model kebajikan sepanjang masa.”
Dalam Surat Keluarga Zeng Guofan, ia mewariskan kebijaksanaan ini kepada keturunannya:
“Seorang berpendidikan menjauhi tiga jenis pertengkaran: Jangan bersaing dengan orang-orang berbudi luhur untuk mendapatkan reputasi, jangan berkelahi dengan orang-orang picik untuk mendapatkan keuntungan, dan jangan berjuang melawan takdir untuk mendapatkan kendali.”
Ketiga prinsip ini berfungsi sebagai panduan yang sangat berharga, mengingatkan kita bahwa menghindari konflik yang tidak perlu dapat menghasilkan kehidupan yang lebih sejahtera dan memuaskan. Mereka yang mengikuti prinsip-prinsip ini akan menemukan bahwa jalan di depan menjadi lebih luas, dan keberuntungan akan mengikuti dengan sendirinya.
Jangan bersaing dengan orang-orang yang berbudi luhur untuk mendapatkan reputasi
Bagi orang yang berintegritas, reputasi lebih berharga daripada nyawa itu sendiri. Sementara beberapa orang mungkin menganggap ketenaran sebagai sesuatu yang cepat berlalu, sejarah telah membuktikan bahwa orang-orang yang berbudi luhur menjaga reputasi mereka dengan serius.
Pepatah kuno dari Shuoyuan — Aneka Perkataan menyatakan:
“Orang yang mulia menjaga kata-katanya, seperti burung merak menghargai bulunya dan harimau menghargai cakarnya.”
Analogi ini menyoroti bagaimana orang-orang yang mulia melindungi reputasi mereka secara naluriah seperti hewan menjaga alat bertahan hidup mereka. Bahkan di dunia saat ini, masih ada orang-orang yang menjunjung tinggi integritas, menolak untuk mengorbankan nilai-nilai mereka demi keuntungan pribadi.
Ketika berhadapan dengan orang-orang seperti itu, yang terbaik adalah memperlakukan mereka dengan hormat — tidak menyanjung atau bersaing dengan mereka. Sebaliknya, akui kebajikan mereka dan belajarlah dari mereka. Mereka layak dikagumi, bukan disaingi.
Jangan berkelahi dengan orang picik hanya demi keuntungan
Konfusius pernah berkata: “Seorang pria sejati mengerti kebenaran, sementara orang picik hanya mengerti keuntungan.”
Bagi orang yang berpikiran sempit, keuntungan pribadi lebih diutamakan daripada yang lain. Mereka mungkin akan menipu, berpura-pura berteman dengan anda, atau bahkan menyabotase anda di belakang anda — semua itu demi kepentingan mereka sendiri. Apakah benar-benar pantas terlibat konflik dengan orang-orang seperti itu?
Orang picik jauh lebih umum daripada orang yang berbudi luhur. Mereka hanya berfokus pada keuntungan pribadi, tanpa mempedulikan kerugian yang mereka timbulkan kepada orang lain. Pepatah mengatakan: “Orang yang mulia membedakan yang benar dari yang salah, sementara orang picik hanya menghitung untung dan rugi.” Ini menunjukkan perbedaan mendasar dalam nilai-nilai — mereka yang tidak memiliki integritas akan selalu mengutamakan keuntungan, bahkan dengan mengorbankan orang lain.
Jadi, adalah bijaksana untuk menghindari persaingan dengan mereka. Terlibat dalam konflik seperti itu hanya menguras energi dan menyebabkan masalah yang tidak perlu.
Jangan berjuang melawan takdir untuk mengendalikan keadaan
Zeng Guofan pernah berkata:
“Dalam mencapai hal-hal besar, usaha manusia hanya separuhnya, sementara takdir menentukan sisanya.”
Ini berarti bahwa kesuksesan tidak hanya bergantung pada kerja keras, tetapi juga pada kehendak Tuhan dan waktu. Frasa “Manusia mengusulkan, tetapi surga yang menentukan” merangkum gagasan ini — usaha sangat penting, tetapi hasil akhirnya berada di luar kendali manusia.
Dalam kepercayaan tradisional Tiongkok, kehendak Dewa adalah manifestasi dari niat Tuhan. Mengabaikan takdir atau mencoba menentangnya sering kali menyebabkan kemalangan. Pepatah “Kehendak surga tidak dapat ditentang” berlaku untuk semua orang, bahkan kaisar. Mereka yang mencoba mengubah takdir biasanya menghadapi konsekuensi yang mengerikan.
Salah satu contoh historis datang dari Dinasti Tang. Catatan Istana dan Rakyat menceritakan sebuah insiden di mana Kaisar Taizong menemukan ramalan yang meramalkan bahwa seorang penguasa wanita akan merebut takhta setelah tiga generasi. Karena khawatir, ia berkonsultasi dengan cendekiawan Li Chunfeng, menanyakan apakah ia harus menyingkirkan wanita yang ditakdirkan untuk memerintah.
Li Chunfeng menasihatinya untuk tidak melakukannya, dengan menjelaskan:
“Ini adalah kehendak surga dan tidak dapat diubah. Bahkan jika ia disingkirkan sekarang, ia akan terlahir kembali dan tetap memenuhi takdirnya. Jika ia dibiarkan, ketika menua, ia akan menyelamatkan keturunan kaisar. Namun, jika ia dibunuh sebelum waktunya, ia mungkin kembali sebagai penguasa yang lebih muda dan lebih kejam, tanpa meninggalkan siapa pun yang selamat.”
Kaisar Taizong mengindahkan peringatan tersebut dan memilih untuk tidak ikut campur. Wanita yang dimaksud adalah Wu Zetian, yang kemudian naik ke tampuk kekuasaan. Pemerintahannya menstabilkan kekaisaran selama masa penerus yang lemah, dan pada akhirnya, ia mengembalikan kekuasaan kepada Dinasti Tang, memastikan kelangsungan garis keturunan kekaisaran.
Kisah ini menggambarkan bahwa beberapa peristiwa berada di luar kendali manusia. Daripada melawan takdir, sering kali lebih bijaksana untuk mengikuti arus dan beradaptasi. Mereka yang menentang takdir dapat mengundang bencana bagi diri mereka sendiri.
Merangkul kehidupan yang penuh kebijaksanaan dan keberuntungan
Tiga prinsip Zeng Guofan mengingatkan kita bahwa kebijaksanaan sejati terletak pada pemilihan pertempuran yang bijak. Menghindari konflik yang tidak perlu — entah itu mengenai reputasi, keuntungan, atau kendali — memungkinkan kehidupan berjalan lebih lancar. Ketika kita bertindak dengan kerendahan hati, integritas, dan penerimaan, keberuntungan sering kali datang tanpa diminta, dan jalan kita menjadi lebih luas dan lebih menjanjikan.