Budaya

Asal Muasal Pohon Natal

Merayakan Hari Natal bersama keluarga @Canva Pro
Merayakan Hari Natal bersama keluarga @Canva Pro

Sejak zaman kuno, banyak budaya menganggap pohon sebagai sesuatu yang sakral dan memujanya sebagai representasi simbolis kehidupan, alam semesta, tempat di dalam diri kita, dan hubungan kita dengan surga.

Kisah-kisah budaya yang dikumpulkan selama berabad-abad, baik Kristen maupun non-Kristen, menunjukkan bahwa pohon telah memainkan dan akan terus memainkan peran penting dalam perayaan tradisional.

Kisah tentang pohon Natal dan bagaimana hal itu terjadi, dapat ditelusuri kembali hingga abad ke-8. Dokumentasi dan legenda sejarah menceritakan tentang pohon Natal pertama yang diasosiasikan dengan agama Kristen karena tindakan dari Santo Bonifasius.

Santo Bonifasius, seorang Biarawan Inggris pada abad ke-8, dipercaya sebagai yang menyatakan pohon cemara sesuai untuk merayakan liburan Natal. (Gambar: St. Boniface Baptising and Martyrdom in 754 oleh Penulis tak dikenal dari domain Publik Wikimedia Commons)

Santo Bonifasius (675-754)

Santo Bonifasius, yang nama lahirnya adalah Wynfreth, adalah seorang biarawan Benediktin Inggris yang melakukan perjalanan ke Jerman di usia lanjut untuk menyebarkan agama Kristen. Selama misinya, dia menghadapi banyak tantangan tetapi berhasil mengubah suku bangsa Jerman penganut pagan dari kekaisaran Frank menjadi penganut Kristen. Bonifasius kemudian pergi ke Roma dan bertemu dengan Paus Gregorius II.

Pada saat kembali ke Jerman pada tahun 723, saat melakukan perjalanan melalui Geismar, dia kecewa karena komunitas disana telah kembali ke kepercayaan lama mereka. Sebagai persiapan untuk titik balik matahari Musim Dingin, mereka akan mengorbankan seorang anak laki-laki di pohon ek yang didedikasikan untuk Thor, tokoh yang mereka puja.

Bonifasius, muak dan marah melihat kehidupan seorang anak laki-laki tak berdosa yang akan diambil, mengambil kapak dan memukul pohon ek yang kuat. Pohon itu tumbang dengan mudah, dan terbelah menjadi empat saat jatuh.

Orang-orang memandang dengan kagum, mengenali tangan Tuhan, dan melihat bahwa Thor tidak menjatuhkan Bonifasius, mereka bertanya kepadanya, apa yang harus mereka lakukan untuk menandai titik balik matahari.

Bonifasius menunjuk ke pohon cemara di dekatnya yang secara ajaib tetap utuh tanpa cedera dari pohon ek yang tumbang dan menyuruh mereka untuk menghormatinya sebagai pohon Suci mereka. Dia berkata bahwa daun yang selalu hijau melambangkan kedamaian dan keabadian, dan pohon itu melambangkan Kerajaan Tuhan karena bentuknya yang berbentuk kerucut mengarah ke langit.

Diceritakan bahwa Santo Bonifasius kemudian menggantungkan apel di pohon untuk melambangkan Taman Eden dan meletakkan lilin yang menyala di atasnya untuk melambangkan cahaya Tuhan. Orang Suci ini kemudian diberi nama Santo Bonifasius pada tanggal 5 Mei 719, yang berarti “Dia yang berbuat baik.”

‘Pohon Firdaus’

Berita segera menyebar ke seluruh negeri, dan pohon itu dikenal sebagai “pohon Firdaus”. Pada abad pertengahan, “pohon Firdaus” telah menjadi bagian dari ritus Kristen di Jerman, dan pada waktu Natal, orang menggantung apel di atasnya untuk merayakan 24 Desember, yang dikenal sebagai “Hari Pesta Adam dan Hawa”. Orang-orang juga menggantungkan wafer di atasnya, melambangkan tanda penebusan Kristen dan lilin yang melambangkan Kristus dan terang Tuhan.

Dalam meniru pohon Firdaus, orang sering membuat bangunan piramida yang terbuat dari kayu dengan rak untuk menempatkan patung kecil dan lilin. Mereka akan mendandani bangunan dengan daun cemara dan menempatkan bintang di atasnya yang melambangkan Bintang Betlehem yang menuntun tiga orang bijak ke tempat kelahiran Yesus.

Orang-orang juga membuat malaikat dan menempatkan malaikat di atas bangunan untuk menggambarkan malaikat Gabriel yang memberi tahu para gembala tentang kelahiran Yesus.

Bangunan kayu yang dikenal sebagai piramida Natal dapat dipindahkan dan sering digunakan dalam drama yang menceritakan kisah Santo Bonifasius dan pohon ek serta cerita Alkitab kepada mereka yang tidak bisa membaca. Selama tahun-tahun berikutnya, perhiasan piramida Natal dipindahkan ke pohon Firdaus, dan piramida Natal serta pohon Firdaus bergabung menjadi pohon Natal.

Pohon Natal pertama yang tercatat dalam sejarah adalah pada tahun 1419 dan dihiasi dengan apel, suguhan, dan kue jahe yang dipanggang dalam berbagai bentuk. Pohon itu dibuat oleh Fraternity of Baker’s Apprentices of Freiburg di Jerman.

Pertama kali pohon Natal dibawa ke dalam rumah diduga dilakukan oleh Martin Luther (1483-1546), yang adalah seorang pendeta (bukan Marthin Luther King).

Kisah Martin Luther dan pohon Natal

Martin Luther adalah seorang pendeta, teolog, penulis dan pencipta lagu. Ia juga dikenal sebagai katalisator reformasi Protestan pada abad ke-16.

Menurut cerita, pada suatu malam musim dingin tahun 1536, Martin Luther sedang berjalan melalui hutan pinus dekat rumahnya di Wittenberg ketika dia menatap ke langit dan terpikat oleh pemandangan ribuan bintang yang berkilauan seperti permata yang berkelap-kelip melalui cabang-cabang pohon.

Dia sangat kagum sehingga dia mengambil sebatang pohon dari hutan, membawanya ke rumahnya dan menghiasinya dengan lilin yang menyala. Dia memberi tahu keluarganya tentang pengalamannya di hutan dan mengatakan bahwa pohon yang berkelap-kelip dengan cahaya lilin adalah pengingat akan langit berbintang dari mana Yesus (sang penyelamat mereka) datang.

Ada yang mengatakan legenda Martin Luther adalah cerita rakyat turun temurun dari generasi ke generasi. Yang lain mengatakan tidak ada bukti pada kisah tersebut, meskipun itu adalah kisah yang indah.

Pada 1605 pohon Natal menjadi sangat populer di Jerman. Tulisan anonim dari tahun itu menuliskan: “Saat Natal mereka mendirikan pohon cemara di ruang tamu di Strasbourg dan menggantungkan bunga mawar yang dipotong dari banyak kertas berwarna, apel, wafer, foil emas, permen, dll.”

Pohon Natal Pertama di Inggris

Ratu Charlotte, istri Raja George III dari Jerman, tercatat sebagai orang pertama di Inggris yang memasang pohon Natal di rumahnya. Pada tahun 1800, Ratu Charlotte berencana mengadakan pesta Natal besar-besaran untuk para bangsawan serta anak-anak mereka.

Merenungkan hadiah yang akan membuat anak-anak sangat senang, dia menyiapkan pohon cemara kecil yang dihiasi dengan lilin yang menyala, permen, suguhan, dan hiasan kertas-kertas perak, emas dan timah di tengah ruang tamu.

Dr John Watkings, salah satu penulis biografi Ratu yang menghadiri pesta tersebut, menulis dalam uraiannya tentang acara tersebut. “Dari dahan-dahannya tergantung seikat daging manis, almond, dan kismis di bungkus kertas, buah-buahan dan mainan yang diatur dengan sangat indah; keseluruhannya diterangi oleh lilin lilin kecil.

Setelah tamu tamu berjalan berkeliling dan mengagumi pohon itu, setiap anak memperoleh sebagian dari permen, bersama dengan mainan, dan kemudian semua kembali ke rumah dengan sangat senang.

Pada tahun 1848 Ratu Victoria dan Pangeran Albert memasang pohon Natal di Kastil Windsor. Peristiwa itu, di samping gambar keluarga berkumpul di sekitar meja tempat pohon Natal berdiri, diterbitkan di London News. Penerbitan dan ilustrasi pohon Natal Keluarga Kerajaan Inggris membantu mempopulerkan pohon Natal dan aksesorisnya.

Sejak itu, pohon Natal menjadi sangat populer di kalangan bangsawan dan kalangan atas, dan mereka memasang pohon Natal di rumah mereka sendiri. Pada tahun 1850-an, pemasangan pohon natal telah berkembang sebagai bagian dari perayaan pesta Natal yang menyebar ke seluruh dunia. (visiontimes)

Lebih banyak kisah Budaya, silahkan klik di sini. Video, silahkan klik di sini.

Saksikan Shen Yun via streaming di Shen Yun Creations

VIDEO REKOMENDASI