Budaya

Nasihat Pertapa Bagi Mereka yang Menapaki Jalan Spiritual

Gubuk
Gubuk. (Canva Pro)

Nasihat Pertapa Bagi Mereka yang Menapaki Jalan Spiritual: “Jangan Biarkan Kucing Masuk ke Dalam Gubuk!”

Suatu hari, ada orang suci yang sudah sekarat, dia berbaring sambil dikelilingi oleh murid-muridnya, dan berkata, “Murid-muridku, jika kalian ingin menapaki jalan spiritual, jangan biarkan kucing masuk ke dalam gubuk!” Tepat setelah berkata demikian, dia pun menutup matanya dan meninggal.

Para muridnya merasa bingung akan maksud dari pesan terakhir gurunya, mereka saling berdiskusi satu sama lain, dan tetap saja tidak ada yang bisa memahami kata-kata terakhir dari guru mereka.

Mereka tahu ada seseorang yang paling tua di desa tersebut, usia pria itu sudah sangat tua, kira-kira seusia dengan guru mereka. Mereka berpikir bahwa mungkin saja orang tua itu tahu apa makna dibalik kata-kata gurunya, jadi mereka memutuskan untuk menemui orang tua tersebut.

Setelah mendengar pertanyaan para murid tersebut, orang tua tersebut berkata, “Oh, Guru kalian sedang menceritakan kehidupannya sendiri, masa lalunya sendiri, kalian hanya mendengar sebagian kisah dan tidak mengetahui kisah lengkapnya, baiklah, biar saya ceritakan agar kalian mengerti mengapa jika kalian ingin menapaki jalan spiritual, jangan biarkan kucing masuk ke dalam gubuk.”

Di masa lalu, di sebuah desa, ada seorang pemuda yang memutuskan untuk menapaki jalan spiritual dan menjadi pertapa, maka dia naik ke atas gunung dan menyepi disana.

Setiap pagi, si pertapa akan turun gunung menuju ke desa terdekat untuk meminta sedekah makanan, untuk memenuhi kebutuhannya.

Setelah beberapa waktu, penduduk desa sangat terkesan padanya dan menghormatinya, maka penduduk desa pun memutuskan untuk membuatkan sebuah gubuk di atas gunung, agar si pertapa bisa mendapatkan tempat berteduh yang lebih baik.

Si pertapa merasa tidak enak hati untuk menolak, dan menerima sebuah gubuk yang didirikan untuknya.

Si pertapa tidak memiliki apapun, hanya sebuah mangkuk untuk mengemis, serta dua lembar jubah kain, dimana satu jubah yang dia kenakan, dan satu jubahnya lagi dia simpan di gubuknya.

Tak disangka, suatu hari ada beberapa ekor tikus masuk ke gubuk si pertapa dan menggigiti jubah yang disimpan disana. Si pertapa masih tidak perduli, dan kali ini dia hanya meminta benang, kain sisa, dan jarum kepada penduduk desa, yang kemudian dia gunakan untuk menambal jubahnya yang koyak tersebut.

Namun setelah beberapa hari, ternyata kejadian itu terulang lagi, dan si pertapa kembali menambal jubahnya yang koyak tersebut.

Akhirnya, si pertapa mulai tidak sabar dan menceritakan keluhannya kepada penduduk desa. Penduduk desa merasa kasihan, kemudian ada seorang penduduk desa memberinya seekor kucing, untuk dipelihara di dalam gubuknya, dengan tujuan agar kucing itu bisa mengusir tikus-tikus yang suka menggerogoti jubah si pertapa.

Si pertapa tidak enak hati untuk menolak, akhirnya menerima kucing tersebut dan tinggal bersama di dalam gubuknya.

Akhirnya jubah-jubah milik si pertapa pun aman, tidak ada lagi tikus yang menggerogoti jubahnya, namun di sisi lain, si pertapa kini menjadi lebih sibuk, karena dia harus meminta susu setiap hari untuk kucing yang ada di gubuknya, serta merawat kucing tersebut.

Setelah beberapa waktu, penduduk desa merasa kasihan kepada si pertapa karena setiap hari dia harus meminta sedekah susu. Akhirnya seorang penduduk desa memberinya seekor sapi perah, dengan maksud agar si pertapa tidak perlu lagi mencari susu untuk kucingnya, dia bisa memerah sapi tersebut dan memberikan susu sapi itu pada kucing penjaga gubuknya.

Si pertapa yang merasa tidak enak hati untuk menolak, akhirnya dia pun menerima dan memelihara sapi perah tersebut.

Namun kini si pertapa mempunyai “tugas” baru dan setiap hari dia harus mencari rumput untuk sapinya tersebut.

Hal itu terus berlangsung sampai akhirnya penduduk desa mengetahui bahwa si pertapa sekarang sangat sibuk setiap harinya, selain harus meminta sedekah makan, mencari rumput, mengurus sapi, juga harus mengurus kucing yang menjaga gubuknya itu.

Penduduk desa yang merasa kasihan pada si pertapa itu, kemudian menyarankan seorang janda yang hidup sendirian di desa itu, untuk tinggal bersama si pertapa dan membantu si pertapa mengurus keperluannya sehari-hari, dan si janda itu pun setuju.

Lagi-lagi si pertapa tidak enak hati untuk menolak, dan akhirnya menerima janda tersebut untuk tinggal dengannya.

Janda itu kini tinggal bersama si pertapa dan membantu mengurus keperluannya sehari-hari, mereka tinggal bersama selama beberapa tahun, dan tanpa mereka sadari, benih-benih cinta mulai tumbuh di antara mereka.

Akhirnya mereka pun  memutuskan untuk menikah, selang beberapa tahun kemudian anak mereka pun lahir. Ketika si anak sudah berusia 3 tahun, barulah si pertapa sadar, “Apa yang terjadi dalam hidup saya? Saya ingin melepaskan kehidupan duniawi dan menapaki jalan spiritual, namun sekarang saya malah kembali berada dalam kehidupan duniawi?”

Si pertapa ini lalu menutup cerita hidup duniawinya, “Dia sadar, bahwa semua itu diawali dengan jubahnya yang digigiti tikus, kemudian dia merasa tidak sabar lalu mulai mengeluh, yang pada akhirnya menyebabkan seekor kucing masuk ke gubuknya, itulah sebabnya dia berpesan, jangan biarkan kucing masuk ke dalam gubuk!”

Bagi mereka yang ingin sungguh menapaki jalan spiritual, mereka harus sungguh-sungguh belajar untuk sabar, harus fokus pada pelatihan diri, serta jangan sampai terkecoh oleh hal-hal duniawi. (inspirasibambu/an)

Lebih banyak kisah Budaya, silahkan klik di sini. Video, silahkan klik di sini.

Saksikan Shen Yun via streaming di Shen Yun Creations

VIDEO REKOMENDASI