Budaya

PANCHATANTRA – Cerita Kebijaksaan Abadi

Tidak selalu mudah untuk memberikan saran atau saran kepada teman atau kolega Anda, karena orang sering tersinggung dengan kritik. Bahkan di rumah, Anda tidak bisa memaksa keluarga Anda untuk berperilaku seperti yang Anda pikir seharusnya. Namun, menceritakan sebuah cerita adalah cara yang lembut dan efektif untuk mengajarkan aturan dan kebijaksanaan. Panchatantra, sebuah koleksi fabel menarik dari India dengan pelajaran moral, menyediakan banyak materi untuk tujuan ini.

Asal-usul dan sejarah

Panchatantra berasal dari India kuno, sekitar 200 SM. Menurut legenda, ada seorang ulama bernama Vishnu Sharma. Dia bukan hanya seorang guru biasa, tetapi seorang bijak pengetahuan dan kebijaksanaan yang besar.

Selama waktu itu, seorang raja bernama Amarashakti memerintah atas kerajaan yang luas. Raja memiliki tiga putra, tetapi dia sangat khawatir tentang mereka, karena mereka tidak tertarik pada studi dan tidak memiliki kebijaksanaan untuk memerintah kerajaan di masa depan.

Raja ingin anak-anaknya belajar pelajaran hidup yang penting, termasuk kepemimpinan, moralitas, dan kepandaian. Dia meminta para menterinya untuk menemukan solusi, dan mereka menyarankan Vishnu Sharma.

Ketika Vishnu Sharma bertemu raja, ia berjanji untuk membuat tiga pangeran menjadi bijaksana dalam waktu enam bulan. Karena mereka tidak tertarik untuk belajar, ia memutuskan untuk mengajar mereka dengan cara yang tidak konvensional — melalui cerita.

Orang bijak ini percaya bahwa kebijaksanaan dapat diperoleh melalui contoh yang lebih baik daripada ceramah, sehingga ia menciptakan banyak fabel untuk mengajarkan pelajaran berharga tentang kehidupan, politik, dan perilaku manusia. Ia menyusun kumpulan cerita yang dikenal sebagai Panchatantra. Selama berabad-abad, Panchatantra telah menyebar ke seluruh dunia dan telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 50 bahasa.

Lima bagian Panchatantra

Nama “Panchatantra” berarti “Lima Prinsip”, karena buku ini terbagi menjadi lima bagian, masing-masing berfokus pada topik tertentu. Mereka mulai dengan satu cerita, yang dengan cerdik mengarah ke cerita berikutnya, dan seterusnya, sampai prinsipnya telah diajarkan secara menyeluruh dari berbagai sudut.

1. Mitra-Bheda (Kehilangan Teman)

Koleksi ini berfokus pada bagaimana persahabatan dapat terkoyak oleh kebohongan, pengkhianatan dan perilaku bodoh; dan kemalangan terjadi akibat pertemanan yang rusak. Salah satu contohnya adalah kisah “Dua Banteng dan Serigala”, yang dapat diringkas sebagai berikut:

Suatu kali, dua banteng yang kuat adalah sahabat karib. Mereka hidup bersama, makan bersama, dan saling melindungi dari bahaya. Seekor serigala licik melihat mereka dan berpikir untuk memisahkan mereka.

Oleh karena itu, serigala itu menyusun rencana dan berbisik kepada seekor banteng, “Teman Anda diam-diam menginginkan semua makanan untuk dirinya sendiri.” Kemudian, dia pergi ke banteng yang lain dan mengatakan hal yang sama. Perlahan-lahan, mereka mulai meragukan satu sama lain, menjadi musuh, dan berpisah.

Melihat hal ini, serigala itu memanggil singa lapar dan berkata, “Sang banteng jantan sendirian sekarang. Kamu bisa berburu dengan mudah.” Singa menyerang mereka satu per satu dan memakannya, meninggalkan sisa sisanya untuk serigala.

Moral: Persahabatan yang koyak memudahkan musuh untuk menang.

2. Mitra-labha (Mendapatkan Teman)

Koleksi ini berfokus pada nilai persahabatan yang baik dan kerja tim. Salah satu contohnya adalah kisah Gajah dan Tikus,  yang dapat diringkas sebagai berikut:

Sekelompok tikus tinggal di sebuah desa. Suatu hari, sekawanan gajah datang mencari makan dan tanpa sengaja menginjak-injak rumah mereka. Tikus memohon, “Tolong ambil rute lain. Kau menghancurkan rumah kami!”

Raja gajah yang baik hati setuju, dan gajah-gajah itu mengubah jalan mereka. Tikus-tikus itu senang dan berjanji untuk membantu gajah suatu hari nanti. Kemudian, pemburu datang dan menjebak gajah dalam jaring. Tikus-tikus itu menggigiti jaring, membebaskan gajah-gajah itu.

Moral: Bahkan teman terkecil pun bisa menyelamatkan hidup Anda.

3. Kākolūkīyam (Perang dan Damai: Burung Gagak dan Burung Hantu)

Cerita-cerita ini berfokus pada pelajaran tentang perang, strategi, dan diplomasi. Salah satu contohnya adalah kisah Burung Tua yang Bijak.

Sebuah pohon besar berdiri di tengah hutan. Banyak burung hidup bahagia di sana. Suatu hari, seekor burung tua memperingatkan, “Seorang pemburu akan datang dan memasang perangkap di sini. Ayo kita berangkat sebelum terlambat!” Burung-burung lain tertawa dan mengabaikan peringatan itu. Tetapi pemburu datang dan memasang perangkap. Banyak burung yang tertangkap. Burung tua itu, yang terbang jauh sebelumnya, kembali bersama beberapa teman. Bersama-sama, mereka memotong jaring dan membebaskan burung-burung yang terperangkap.

Moral: Selalu dengarkan nasihat yang bijak.

4. Labdhapraṇāśam (Kehilangan Keuntungan)

Cerita-cerita ini berfokus pada bagaimana menghargai apa yang kita miliki, tidak menjadi tamak dan serakah. Salah satu contohnya adalah kisah Anjing yang Serakah dan Tulangnya, yang dapat diringkas sebagai berikut:

Seekor anjing pernah menemukan tulang yang enak. Dia dengan gembira membawanya ke mulutnya dan berjalan ke sungai. Saat dia melihat ke dalam air, dia melihat bayangannya. Tapi dia pikir itu anjing lain yang memegang tulang yang lebih besar. Keserakahan untuk lebih, dia menggonggong untuk menakut-nakuti anjing lain pergi. Tapi saat dia membuka mulutnya, tulangnya jatuh ke sungai dan hilang.

Moral: Keserakahan bisa membuat Anda kehilangan apa yang sudah Anda miliki.

5. Aparīkṣitakāritam (Tindakan-tindakan yang Berakibat Buruk)

Cerita-cerita ini berfokus pada bahaya bertindak tanpa berpikir. Salah satu contohnya adalah kisah Petani dan Ular, yang dapat diringkas sebagai berikut:

Suatu pagi musim dingin, seorang petani menemukan ular setengah beku di tanah. Merasa kasihan, dia mengambilnya dan meletakkannya di dekat api untuk menghangatkannya. Begitu ular itu mendapatkan kembali kekuatannya, ia menggigit petani itu! Terkejut dan kesakitan, petani itu bertanya, “Mengapa kamu menggigitku padahal aku telah menyelamatkan hidupmu?” Ular itu menjawab, “Sudah menjadi sifat saya untuk menggigit. Seharusnya kamu tidak mempercayaiku.”

Moral: Gunakan penilaian yang baik, dan waspada terhadap mereka yang memiliki karakter buruk.

Pentingnya Panchatantra

Melalui metode tradisional bercerita, Panchatantra telah mengajarkan pelajaran berharga bagi banyak generasi.. Pemikiran kritis ditanamkan melalui mendengar tentang kesalahan yang dibuat oleh hewan bodoh dalam dongeng, sementara karakter yang lebih pintar menawarkan contoh diplomasi dan kepemimpinan.

Sebagai sumber bahan untuk Fabel Perancis La Fontaine, Fabel Yunani Aesop, Malam Arab Timur Tengah, dan banyak lagi, Panchatantra tak diragukan lagi telah mempengaruhi seluruh genre sastra fabel di seluruh dunia. Meskipun ditulis ribuan tahun yang lalu untuk mendidik pangeran muda, pelajaran tetap berharga hari ini, karena mereka terus menawarkan bimbingan moral dan kebijaksanaan dalam bentuk hiburan yang menawan.