Site icon NTD Indonesia

Setiap Pikiran Menunjukkan Warna Asli Seseorang

isi pikiran (©freepik)

isi pikiran (©freepik)

Selama zaman Dinasti Ming, Yu Liangchen dan teman-temannya membuat komunitas dimana anggotanya melakukan perbuatan baik dan dilarang untuk membunuh, mengunjungi pelacur, mengutuk atau berbicara di belakang orang lain.

Yu menjalankan komunitas ini selama bertahun-tahun, namun dia mengalami kemalangan, satu demi satu.

Yu mengikuti ujian kekaisaran tujuh kali tetapi tidak pernah lulus.

Dia dan istrinya memiliki lima anak laki-laki dan empat anak perempuan. Namun nasib buruk menghampirinya, empat anak laki-laki dan tiga anak perempuannya meninggal karena sakit. Anak laki-laki yang masih hidup sangat pintar dan memiliki dua tanda lahir di telapak kaki kirinya dan pasangan itu sangat menyayanginya. Sayangnya, pada usia 6 tahun, dia menghilang saat bermain di luar. Istri Yu menangis karena memikirkan kehilangan anak-anaknya sampai akhirnya menjadi buta. Selain itu, keluarganya saat ini hidup dalam kemiskinan karena gagal panen terus menerus.

Yu bertanya-tanya mengapa dia dihukum langit dengan takdir yang begitu mengerikan padahal dia tidak pernah berbuat kriminal.

Pengunjung Tak Terduga

Suatu malam, Yu mendengar ketukan di pintu. Ada seorang pria tua ada di luar. Setelah Yu mengundangnya masuk, pria tua itu menjelaskan bahwa dia datang berkunjung karena dia tahu keluarga Yu merasa sedih.

Yu memperhatikan bahwa cara bicara tamu bukanlah orang biasa, jadi dia memperlakukannya dengan rasa hormat yang dalam. Dia memberi tahu tamunya bahwa dia melakukan perbuatan baik sepanjang hidupnya tetapi masih memiliki kehidupan yang malang.

“Saya sudah tahu tentang Anda sejak lama,” kata tamu itu. “Walaupun tidak kau tunjukkan keluar, Anda memiliki terlalu banyak pikiran buruk, kamu mengeluh dan mengejar nama dan kepentingan, aku takut lebih banyak hukuman menunggumu. “

“Anda mengatakan anda tidak membunuh, tetapi anda terus-menerus memasak kepiting dan lobster di dapur anda. Anda mengatakan anda memperhatikan kata-kata anda, tetapi anda selalu komen menyindir dan membicarakan siapa saja. Kamu bilang kamu tidak menggunakan pelacur, tapi hatimu bergerak ketika melihat wanita cantik, ”jawab tamu itu.

 “Bahkan lebih buruk lagi jika anda mengklaim bahwa anda berdedikasi untuk melakukan perbuatan baik. Kaisar Langit mengirim utusan untuk memeriksa catatan anda, dan anda tidak melakukan satu pun perbuatan baik selama bertahun-tahun.

Sebaliknya, pikiran anda dipenuhi dengan keserakahan, nafsu, dan iri hati. Anda meninggikan diri anda dengan meremehkan orang lain. Anda ingin balas dendam kapan pun anda memikirkan masa lalu. Dengan pikiran yang jahat ini, anda tidak bisa lepas dari bencana.” lanjut tamu itu.

“Kita adalah apa yang kita lakukan” ©quotefancy

 “Guru, anda tahu semua tentang saya. Anda pasti Dewa! Tolong selamatkan saya!” teriak Yu, dilanda panik.

Orang tua itu menasihati: “Saya harap anda dapat meninggalkan keserakahan, nafsu, iri hati, dan berbagai keinginan. Jangan mengejar ketenaran dan kepentingan pribadi. Maka anda akan diberkati dengan kebaikan. ” Dia kemudian menghilang.

Malam itu juga, Yu berdoa kepada Tuhan dan bersumpah untuk berubah. Bertekad untuk melenyapkan semua pikiran yang tidak pantas, dia memberi dirinya sebuah nama baru: “Pikiran Sadar.”

Sejak saat itu, dia memperhatikan setiap pikiran dan tindakan. Dia memastikan bahwa semua perbuatannya, baik besar maupun kecil, secara efektif bermanfaat bagi orang lain.

Sepuluh tahun kemudian, Yu dipekerjakan menjadi guru privat putra Zhang Juzheng, perdana menteri Kaisar Wanli. Yu dan keluarganya pindah ke ibu kota dan Yu lulus ujian kekaisaran pada tahun berikutnya dan diterima menjadi pegawai negara.

Kemudian Yu harus mengunjungi rumah pejabat Yang Gong untuk meminta berkas-berkas yang akan menjadi tanggung jawabnya. Disana ia bertemu dengan anak-anak Yang Gong yang beranjak remaja. Salah satu dari anak Yang tampak berbeda dengan saudara-saudaranya, dan ketika Yu menanyakannya, Yang berkata itu adalah putera angkatnya.

Pemuda yang berusia 16 tahun itu tampak sangat familiar bagi Yu. Setelah berbincang-bincang dengan Yang Gong, Yu mengetahui bahwa pemuda itu berasal di kampung halaman Yu, tetapi terpisah dari keluarganya ketika dia tidak sengaja naik perahu gandum saat kecil. Yu bercerita juga bahwa ia kehilangan putera satu-satunya, dan memberitahu Yang bahwa puteranya punya tanda lahir pada telapak kakinya.

Yu meminta bocah itu melepas sepatu kirinya. Saat dia melihat dua tanda lahir di telapak kakinya, Yu berseru, “Kamu adalah anakku!”

Yang terkejut sekaligus senang dan terharu melihat perjumpaan bapak dan anak itu, dan segera menyerahkan anak itu kepada Yu. Yu bergegas pulang bersama anaknya dan memberi tahu istrinya kabar baik itu. Istrinya menangis tersedu-sedu. Putranya memegangi wajahnya dengan tangan dan mencium matanya. Tiba-tiba, penglihatannya kembali.

Yu diliputi oleh keharuan dan kebahagiaan. Dia tidak lagi ingin menjadi pejabat tinggi di kota dan minta izin untuk untuk tetap tinggal di kampung halamannya. Mengagumi karakter moral Yu, pejabat Yang menyetujui permintaannya.

Kembali ke rumah, Yu bekerja lebih keras untuk mensejahterakan kampungnya, dia tak pelit berbagi ilmu pertanian kepada anak-anak desa. Putranya menikah dan memiliki tujuh anak yang meneruskan tradisi kakek mereka. Dipengaruhi oleh kisah keluarga Yu, orang-orang menjadi percaya bahwa pembalasan karma itu nyata. (epochtimes/ron/ch)

Lebih banyak kisah Budaya, silahkan klik di sini. Video, silahkan klik di sini.

VIDEO REKOMENDASI