Di tengah kisah-kisah ketangguhan dan keyakinan manusia, perjalanan Zhu Yuanzhu dan putranya, Sun Hongwei, menjadi bukti yang mengharukan akan semangat yang tak lekang oleh waktu dari para praktisi Falun Gong. Ditampilkan pada segmen 20 Juli dari “Kisah-kisah Kehidupan“ di Gan Jing World, pasangan Ibu dan anak ini berbagi bagaimana mereka melarikan diri dari Tiongkok untuk memulai perjalanan menuju kebenaran dan kebebasan.
Falun Gong (Falun Dafa) diajarkan pada tahun 1992 oleh Master Li Hongzhi. Falun Dafa adalah latihan peningkatan jiwa dan raga yang terdiri dari lima perangkat latihan dan meditasi yang lembut dan mudah dipelajari, berdasarkan prinsip universal Sejati, Baik, dan Sabar. Falun Dafa diajarkan secara bebas biaya oleh para relawan dan telah dilatih oleh orang-orang dari berbagai lapisan masyarakat di lebih dari 80 negara di seluruh dunia.
Pada tahun 1999, setelah menyaksikan popularitasnya yang meningkat pesat, pemimpin Partai Komunis China saat itu, Jiang Zemin, meluncurkan kampanye brutal untuk “membasmi” latihan ini dari Tiongkok dengan menggunakan semua jenis penyiksaan dan metode pengawasan yang keji, termasuk penangkapan ilegal, kerja paksa, dan penyiksaan. RIbuan praktisi Falun Gong telah tewas di tangan polisi Tiongkok, dan organ tubuhnya diambil paksa untuk dijual ke rumah sakit yang melayani transplantasi organ dari seluruh dunia.
Perjalanan Zhu dan putranya, yang dilalui penganiayaan dan pemisahan di bawah rezim Partai Komunis Tiongkok (PKC), menunjukkan kebrutalan yang mereka hadapi dan kekuatan tak tergoyahkan yang mereka tunjukkan dalam mengejar kehidupan yang lebih baik.
Sebuah kehidupan dimulai dengan rasa takut
Kisah Zhu dimulai pada era penuh gejolak yang ditandai dengan “kebijakan satu anak” yang kejam dari PKC. Saat mengandung anak keduanya, Zhu menghadapi kenyataan yang suram. Karena telah mengalami konsekuensi yang keras karena menentang perintah keluarga berencana negara, dia tahu risikonya. Dampaknya bagi mereka yang berani memiliki lebih dari satu anak sangat berat, termasuk aborsi paksa, denda yang sangat besar, dan pelecehan tanpa henti dari otoritas pemerintah.
Bertekad untuk melindungi putranya yang belum lahir, Zhu dan suaminya memutuskan untuk meminta tolong pada kerabat. Dengan bantuan ayah mertuanya di Taiwan, Zhu berhasil mendapatkan undangan berkunjung dan melahirkan putranya, Sun Hongwei, dengan selamat di Taiwan.
Tahun-tahun kelam penganiayaan
Namun, ketika keluarganya memutuskan untuk kembali ke China setelah beberapa tahun di luar negeri, mereka tidak tahu bahwa mereka akan menghadapi cobaan yang lebih berat lagi. Keyakinan Zhu terhadap Falun Gong membuatnya menjadi sasaran PKC.
Ketika Hongwei baru berusia enam tahun, Zhu ditangkap dan dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara karena dia menolak untuk mengingkari keyakinannya. Pemenjaraannya meninggalkan dampak yang mendalam pada Hongwei, yang menjadi sasaran pengucilan dan intimidasi masyarakat – menyebabkan anak yang dulunya lincah dan percaya diri menjadi tertutup dan menarik diri.
“Saya merasa sangat rendah diri dan lebih rendah dari orang lain karena tidak ada Ibu di sisi saya,” kata Hongwei, dan menambahkan, “Saya mulai menutup diri dan tidak berani berbicara. Kepribadian saya menjadi sangat tertutup.”
Selama Zhu dipenjara, Hongwei muda juga selalu teringat akan ketidakhadiran Ibunya. Tetangga, guru, dan teman sekelasnya sering menyinggung tentang penahanan Ibunya, yang semakin memperdalam rasa terisolasi dan rendah diri. “Banyak tetangga yang mengatakan [hal-hal seperti] ‘anak ini tidak punya Ibu’. Mendengar pembicaraan seperti ini setiap hari, dalam jangka panjang… seseorang pasti akan terpengaruh.”
Keyakinan seorang Ibu yang tak kenal menyerah
Terlepas dari kondisi yang keras di penjara, Zhu tetap teguh dalam keyakinannya. Namun, penolakannya untuk meninggalkan Falun Gong setelah dibebaskan berarti kesulitan yang terus berlanjut bagi dia dan keluarganya. Pihak berwenang menuntut Zhu untuk menandatangani surat untuk meninggalkan latihannya, dan bahkan mengancam hak Hongwei untuk mendapatkan pendidikan di China.
Karena tidak ingin mengorbankan keyakinannya, Zhu memutuskan untuk mengirim Hongwei kembali ke Taiwan – sebuah keputusan yang menyayat hati yang didorong oleh keinginannya untuk mengamankan masa depan yang lebih baik bagi putranya.
Namun, proses keberangkatan Hongwei ke Taiwan penuh dengan tantangan. Kantor 610 PKC, yang bertanggung jawab untuk menangani penganiayaan terhadap Falun Gong, menghalangi upaya Zhu untuk mendapatkan paspor. Pada akhirnya, Hongwei harus melakukan perjalanan sendirian, yang merupakan tugas yang menakutkan bagi seorang anak laki-laki. Dia bertanya, ‘Ibu, bisakah saya kembali setelah pergi?” dan “Apakah saya akan bertemu dengan Ibu lagi?” kata Zhu, menambahkan, “Hati saya saat itu sangat berat. Saya harus menahan air mata.” Meskipun telah diyakinkan bahwa mereka akan bertemu kembali tak lama lagi, Zhu mengatakan bahwa mengucapkan selamat tinggal kepada putranya “benar-benar memilukan.”
Perjalanannya menyeberangi lautan dipenuhi dengan rasa takut dan ketidakpastian, namun itu adalah langkah penting untuk melarikan diri dari lingkungan yang menindas di daratan Tiongkok. “Satu-satunya pilihan adalah dia kembali sendirian sebagai seorang anak,” kata Zhu. “Pada saat itu, semua kerabatnya mengatakan bahwa mereka khawatir karena anak itu masih sangat muda.”
Menemukan kebahagiaan di Taiwan
Setibanya di Taiwan, nasib Hongwei berubah menjadi positif. Dia menemukan penghIburan dan dukungan di antara para praktisi Falun Gong setempat, yang menyambutnya dengan tangan terbuka dan “memperlakukannya seperti keluarga.” Kebaikan yang tak terduga ini membantu Hongwei sembuh dari luka-luka yang ditimbulkan oleh penganiayaan dan perpisahan selama bertahun-tahun. Para praktisi mengatur akomodasi dan sekolahnya, memberinya lingkungan yang stabil dan penuh kasih sayang.
“Meskipun mereka tidak saling mengenal, mereka menerimanya tanpa ragu-ragu dan merawatnya seperti keluarga,” kata Zhu dengan penuh rasa syukur. “Luka di hatinya telah disembuhkan. Dengan perhatian dan bantuan mereka, kehidupan Hongwei mencapai titik balik yang baru.”
Waktu Hongwei di Taiwan menandai titik balik yang signifikan dalam hidupnya. Perawatan dan dukungan yang ia terima memungkinkannya untuk mendapatkan kembali kepercayaan dirinya dan menemukan kembali tujuan hidupnya. Perjalanannya akhirnya membawanya ke Shen Yun Performing Arts – perusahaan tarian dan musik klasik Tiongkok terkemuka di dunia yang didedikasikan untuk menghidupkan kembali budaya tradisional Tiongkok sebelum kehancuran komunisme.
“Saya menemukan tujuan hidup saya di Shen Yun,” kata Hongwei. “Saya merasa telah menemukan tujuan hidup saya, yaitu menjadi bagian dari Shen Yun, untuk memulihkan budaya tradisional Tiongkok, dan mengekspos penganiayaan yang terjadi di Tiongkok.”
Berbasis di New York, pertunjukan Shen Yun tidak hanya bertujuan untuk menghIbur, tetapi juga melestarikan nilai-nilai tradisonal Tiongkok dan meningkatkan kesadaran akan hak asasi manusia.
Awal yang baru
Bergabungnya Hongwei sebagi penari Shen Yun kemudian membawanya ke Amerika Serikat, di mana ia menemukan sebuah komunitas yang menghargai dan mendukung keyakinannya. Dan di negeri inilah, ia kembali bisa bersatu dengan Ibunya. Ibunya mendapakan suaka untuk keluar dari penganiayaan di China dan bisa tinggal di Amerika.
Bagi Zhu, bertemu kembali dengan putranya adalah momen yang sangat membahagiakan dan melegakan. Zhu mengucapkan terima kasih kepada para praktisi Falun Gong di Taiwan dan pemerintah Amerika Serikat, yang dukungannya telah membuat reuni mereka menjadi mungkin.
“Rasa sakit karena perpisahan darah dan daging ini dipenuhi dengan ketidakberdayaan dan kesedihan… Hanya karena Ibu tidak melepaskan keyakinannya atas Sejati-Baik-Sabar,” kata Zhu. (visiontimes)
Informasi lebih banyak tentang Falun Gong, silahkan kunjungi falundafa.org dan faluninfo.net
Lebih banyak informasi terkait Shen Yun, silahkan kunjungi shenyun.org
Lebih banyak artikel Budi Pekerti, silahkan klik di sini. Video, silahkan klik di sini
Saksikan Shen Yun via streaming di Shen Yun Creations
VIDEO REKOMENDASI