Tujuan Terakhir dari Paham Komunis

Tujuan Terakhir dari Paham Komunis (16): Anti Tuhan dan Mencaci Leluhur

“Tujuan Terakhir dari Paham Komunis” (16)

1. Partai Komunis Memimpin Gerakan Anti Tuhan dan Mencaci Leluhur

Paham komunis telah mempersolek iblis menjadi Tuhan, pada saat yang sama memfitnah Tuhan sebagai imajinasi ilusi. Ia tahu, asalkan manusia tidak percaya pada Tuhan dan menyangkal Tuhan, maka hati manusia barulah dapat memberikan ruang kepada iblis.

a. Gerakan Anti Tuhan

Bab 2 dari buku ini telah menjelaskan bahwa Karl Marx adalah penganut ajaran sesat dan memiliki pemikiran yang jahat. Lenin juga merupakan pengikut ajaran sesat, dia Anti Tuhan dan memuja kemusnahan. Saat umur 16, dia pernah membetot kalung salib dari lehernya, meludahi salib itu, lalu menginjaknya di bawah kaki. Dia pernah berkata: “segala konsep agama, segala kepercayaan terhadap Tuhan, ……segala pemikiran terkait dengan Tuhan, semuanya adalah kekotoran yang paling memuakkan, membuat orang jijik.”

*any religious idea, any idea of any god at all, any flirtation even with a god, is the most inexpressible foulness, (https://www.marxists.org/archive/lenin/works/1913/nov/00mg.htm, To: MAXIM GORKY, V.I.Lenin)

Sedangkan Stalin menggerakkan mesin negara, memanfaatkan kekuasaan negara untuk mempromosikan Ateisme, dengan kekerasan menganiaya kepercayaan agama lainnya, sehingga Ateisme yang bersifat ideologis berhasil didorong menjadi Ateisme negara yang kaesaropapis. Stalin mengumumkan: “Siapa pun yang memanfaatkan prasangka religius dari massa untuk merongrong stabilitas negara, akan dihukum dengan pidana penjara minimal 3 tahun bahkan hukuman mati.” Bukharin, tokoh penting internal partai komunis Soviet pernah mendeskripsikan Stalin seperti ini: “Dia bukan manusia, tapi iblis.”

*Ateisme negara adalah dukungan resmi pemerintah terhadap ateisme, biasanya melalui penekanan kebebasan dan praktik beragama; sedangkan Kaesaropapisme adalah gagasan yang menggabungkan kekuasaan pemerintahan sekuler dengan pemerintahan religius, atau membuat kekuasaan sekuler lebih unggul dari kekuasaan spiritual di gereja (ref wikipedia).

*Notably, section 10 of the much-feared Article 58 of the penal code stipulated that “any use of the religious prejudices of the masses . . . for destabilizing the state’ was punishable “by anything from a minimum three-year sentence up to and including the death penalty.” (The Black Book of Communism)

**Bukharin visited an exiled Menshevik and there, momentarily free from the all-seeing eyes of the Soviet state, talked of his boss: ‘if anyone can talk better than him, that person is doomed, Stalin won’t let him live. Stalin is a litte evil man; no, not a man, but a devil.’ (The Savage Years: Tales From the 20th Century)

Lirik lagu “Internasionale” partai komunis tertulis: “Tidak ada Maha Juru Selamat, tidak pula Tuhan, Caesar, atau tribun.” Ini boleh dibilang menjadi buku deklarasi Anti Tuhan, dan pada pertemuan-pertemuan partai komunis, lagu ini tiada hentinya didengungkan.

b. Gerakan Mencaci Leluhur dan Memfitnah Kebudayaan Tradisional

Dalam buku “Shi Jing – Bab Da Ya – Bagian Wen Wang” tertulis: “Jangan Lupa Dengan Leluhur, Lalu Kultivasikan Moral [De] Anda. Selamanya Turutilah Mandat Langit, Agar Diri Memperoleh Banyak Berkah.” (Ingatlah karunia dari leluhur anda, dengan rajin kultivasikan perilaku dan moral [De] diri sendiri. Selamanya menyesuaikan diri dengan Mandat Langit, dengan demikian barulah dapat memperoleh berkah berlimpah.)

Leluhur adalah asal usul kehidupan dari seorang manusia. Menghormati leluhur adalah persyaratan mendasar sebagai seorang manusia. Namun dalam Kebudayaan Tradisional Tiongkok “Menghormati Leluhur” dan “Laku Bakti [Xiao]” yang dianggap maha penting ini, sebenarnya memiliki sumber yang lebih mendalam dan alasan yang lebih penting. Tiongkok sebagai ‘Negara yang Menjadi Pusat’ pilihan Tuhan, telah mendapat perhatian yang sangat besar dari Tuhan. Kebudayaan Tradisional bangsa Tionghoa yang luas mendalam, tanpa kecuali semuanya berasal dari warisan Tuhan. Pada periode kuno saat Dewa dan manusia eksis bersama, leluhur bangsa Tionghoa telah menyaksikan sendiri karunia dan kebaikan Tuhan yang maha luas, dalam hati mereka penuh dengan rasa syukur terhadap Tuhan dan loyalitas tinggi terhadap misi yang dipercayakan oleh Tuhan, mereka dengan tulus menjaga karunia dan warisan yang diberikan Tuhan kepada manusia, dan diwariskan turun temurun tanpa henti.

Berbagai negara di dunia juga sangat menghormati leluhur dan pemimpin monarki mereka yang agung. Caesar yang Agung dari Roma, Raja Matahari Louis 14 dari Perancis, Friedrich yang Agung dari Prusia, mereka semua dicintai oleh rakyatnya dan dihormati oleh generasi selanjutnya. Di atas gunung Rushmore, South Dakota Amerika, pahatan wajah dari empat presiden agung kokoh menjulang tinggi, dan setiap tahunnya menerima kekaguman dan rasa hormat dari jutaan manusia.

Ditinjau dari sudut pandang akal sehat, mengutuk leluhur orang lain adalah penghinaan yang sangat besar terhadap diri pribadi mereka. “Menipu Guru Menghina Leluhur” dipandang sebagai tindakan khianat yang sangat biadab. PKT ingin memotong putus hubungan antara manusia dengan Tuhan beserta leluhurnya, maka harus memimpin gerakan mengutuk leluhur bangsa Tionghoa, memfitnah dan memusnahkan Kebudayaan Tradisional bangsa Tionghoa. PKT dan para sarjananya yang tidak tahu malu beranggapan, para Kaisar, jenderal, sarjana, dan wanita anggun dalam kisah Tiongkok kuno, “tidak ada satu pun yang baik”. Penghinaan yang demikian parah terhadap leluhur bangsa sendiri, dalam sejarah dunia sekali pun, mutlak tidak pernah eksis. Orang Tiongkok telah digiring oleh partai jahat komunis menuju Anti Tuhan, memusnahkan Leluhur dan kebudayaan, melangkah di atas sebuah jalan yang sangat berbahaya dan tidak dapat kembali lagi.

Sebelum berhasil merebut kekuasaan, PKT memanfaatkan para sarjana mutan yang memandang kebudayaan Tiongkok dengan sikap Nihilisme untuk memfitnah kebudayaan Tiongkok. Orang-orang ini mungkin tidak mengibarkan panji PKT, namun telah memainkan peran yang tidak bisa dicapai PKT walau sebenarnya PKT sangat mendambakannya. Suara-suara yang nampaknya bukan dari PKT ini, makin efektif menyesatkan orang-orang. Contoh tipikalnya adalah Lu Xun [pengarang kisah Ah Q].

Mao Zedong menyebut Lu Xun sebagai “Pelopor Pasukan Baru Kebudayaan yang paling agung dan gagah berani. Lu Xun adalah jenderal besar Revolusi Kebudayaan Tiongkok”. “Arah yang dituju Lu Xun, tepatnya adalah arah yang dituju oleh kebudayaan baru bangsa Tionghoa.”

Dikarenakan pujian besar-besaran dari PKT, sekaligus dalam jangka panjang menjadikan artikel Lu Xun sebagai materi dalam buku pelajaran sekolah menengah, maka Lu Xun sangat berperan dalam “Mengkritik Kebudayaan Tradisional”, pengaruhnya sangat besar dalam membunuh dan melukai Kebudayaan Tradisional, bahkan anggota partai otentik pun juga jarang yang bisa menyamainya. Hingga hari ini, berbagai macam opini Lu Xun yang tidak bertanggung jawab, ganjil dan sangat beracun, masih memberikan efek negatif yang sangat besar bagi kaum intelektual Tiongkok.

Hidup Lu Xun penuh dengan kekerasan, dikuasai oleh kebencian dan dendam. Dirinya mengaku “Selamanya jangan takut menggunakan niat jahat yang paling buruk untuk menebak orang Tiongkok”. Roh jahat komunis telah menyetir kebencian dari “Berandal Besar Kebudayaan” ini berubah menjadi Kebudayaan Tradisional bangsa Tionghoa.

Sikap Lu Xun terhadap Kebudayaan Tradisional dan sejarah Tiongkok, adalah sepenuhnya negatif. Dalam novel pertamanya “Catatan Harian Orang Gila [A Madman’s Diary]”, dengan meminjam mulut karakter novel, dia berkata: Dalam sejarah Tiongkok hanya tertulis dua aksara ——– “Makan Orang [Kanibal]”.

c. Korban Cuci Otak Menyerang Kebudayaan Tradisional

Setelah PKT merebut kekuasaan, dengan berkali-kali gerakan politiknya, seperti Hancurkan Empat Kuno & Pukul-Rusak-Rampok, segenap pencapaian peradaban umat manusia berhasil dihapus dengan stigma “Revisionisme Feodal-Kapitalis”. Orang suci dan pahlawan yang dimuliakan dalam sejarah 5000 tahun bangsa Tionghoa, semuanya dikritik PKT dengan menggunakan metode “analisa kelas sosial”, dan mencapai puncaknya pada saat Revolusi Besar Kebudayaan.

Pembantaian kaum elit telah menciptakan patahan kebudayaan yang sangat besar. Beberapa generasi yang diindoktrinasi oleh Ateisme PKT dan Kebudayaan Partainya, menjadi sangat minim pengetahuannya tentang Kebudayaan Tradisional. Setelah era 1980an, PKT mulai mengganti jurusnya, dari menghancurkan dengan kekerasan berubah menjadi memfitnah diam-diam, jurus menjadi samar terselubung, agar manusia sulit menyadarinya, dan tidak bisa mencegahnya. PKT dan para sarjananya telah memfitnah orang-orang zaman dulu menjadi kerdil – jelek – vulgar, untuk dijadikan sebagai lawan kontras dari PKT yang nan “Agung Mulia Lurus”, serta menjadikan mereka “kambing hitam” penyebab fenomena menjijikkan hari ini.

Menurut “intepretasi” PKT, “Kisah Samkok” dianggap “Loyalitas Bodoh”, “Kisah Perjalanan ke Barat” dianggap “Takhayul Feodal”, “Batas Air” dan “Impian Paviliun Merah” hanya membahas tentang Pertarungan Kelas, sedangkan terhadap manifestasi mendalamnya seperti etika moral, budaya kultivasi, pembicaraan Mandat Langit, konsep reinkarnasi, malah sama sekali tidak dibahas. PKT menguras isi otaknya agar perhatian orang-orang terpusat pada hal-hal yang dianggap “barang rongsokan” dalam kebudayaan zaman dulu, sehingga Kebudayaan Tradisional disamakan dengan kasim kerajaan, tradisi mengikat kaki, poligami, perseteruan dalam istana.

Para sarjana yang telah dicuci-otaknya secara langsung mencaci Kaisar dan leluhur, memakai 8 aksara tuduhan “Ideologi Diktator”, “Kumpulan Masyarakat Feodal”, untuk menghapus nama Kebudayaan Tradisional dalam satu coretan. Berasal dari kegelapan lubuk hati mereka sendiri, dari dalam perjalanan sejarah yang sangat panjang, telah dipilih beberapa contoh pemimpin tak becus, pemberontak bersenjata, pengadilan yang korup, sebagai catatan kaki untuk pandangan sejarah kelas sosial partai komunis.

Dalam sifat manusia eksis berbarengan kebaikan dan kejahatan, di dalam kebudayaan zaman dulu tidak terhindarkan ada barang rongsokan, tetapi mereka tidak pernah menjadi arus utama dari Kebudayaan Tiongkok, juga belum terbentuk menjadi fenomena kebudayaan yang umum, tetapi partai komunis Tiongkok dengan sengaja menyebut beberapa detail kecil dalam masyarakat zaman dulu sebagai tubuh utama dari Kebudayaan Tradisional dan sekaligus menyerangnya.

Dalam refleksi kebudayaan abad 20, ada orang menganggap penyebab “Sifat Dasar Rendahan” orang Tiongkok adalah berasal dari Kebudayaan Tradisional Tiongkok, namun pemahaman ini sendiri sudah termakan jebakan roh jahat. Faktanya PKT justru merupakan pelaku utama yang menyebabkan dan memperbesar titik kekurangan ini! Orang Tiongkok sama sekali tidak cacat secara bawaan, atau penuh dengan “Sifat Dasar Rendahan”; sebaliknya, di dalam sejarah Tiongkok, rakyat Tuhan ini telah menciptakan peradaban yang maha megah, Tiongkok adalah negara pemerintahan kelas dunia yang dikagumi karena menjunjung tinggi kebenaran dan etika.

Cacat dalam perilaku orang Tiongkok modern adalah hasil dari mencampakkan Kebudayaan 5000 tahun Warisan Dewa, sebaliknya PKT setelah merebut negara, malah secara sengaja memperkuat titik kekurangan itu, dengan tanpa batas memperkuat sifat keiblisan manusia, sehingga membuat moralitas rakyat Tiongkok jatuh terperosok luar biasa dalamnya.

Setelah partai komunis menimbulkan bencana kalpa yang tak pernah ada sebelumnya kepada kebudayaan Tiongkok, ‘Kembali ke Tradisional’ merupakan satu-satunya jalan untuk menghidupkan kembali bangsa Tionghoa dan membangun kembali masyarakat. Kutukan jahat partai komunis Tiongkok selama beberapa dekade terhadap leluhur dan tradisi, membuat beberapa generasi manusia sama sekali tidak mengenal dan membenci hal tradisional, sebagai hasilnya jalan harapan ini juga telah tertutup dengan rapat. (Bersambung)

Untuk membaca bagian lain, silahkan klik di sini.

Tonton di Youtube, silahkan klik di sini.