Site icon NTD Indonesia

Tujuan Terakhir dari Paham Komunis (2): Negara Pusat Kebudayaan Warisan Dewa

Budaya 5000 tahun

Budaya 5000 tahun. (Sreenshot NTDTV)

Negara Pusat Kebudayaan Warisan Dewa | Tujuan Terakhir dari Paham Komunis 2

“Tujuan Terakhir dari Paham Komunis” (2)

Kebudayaan Tradisional bangsa Tionghoa adalah terhubung dengan Langit. Dalam tradisi bangsa Tionghoa, “Langit” tidak sekedar “Alam Raya” seperti yang dipahami oleh manusia modern saja. “Langit” adalah benar memiliki jiwa kehidupan, segala makhluk yang berada di antara Langit dan Bumi disebut dengan “Hasil Ciptaan”, yang berarti diciptakan dan dibesarkan. Sedangkan yang menciptakan dan membesarkan adalah penguasa dari Langit Bumi Alam Semesta, yang disebut “Kaisar Langit” atau “Maha Kaisar Langit Raya”, di kalangan rakyat disebut “Tuan Langit” ——– yakni Tuhan yang tinggi tanpa banding. Orang Tiongkok menyebut negara sendiri sebagai “Shenzhou” atau tanah Dewata, orang Tiongkok menyebut Kaisar sebagai “Putra Langit”. Tujuan akhir manusia, adalah kembali ke Kerajaan Tuhan yang dicapai setelah meningkatnya moralitas.

Kehendak dari Tuhan disebut “Kehendak Langit”, seluruh makhluk di antara Langit dan Bumi bertindak mengikuti Kehendak Langit, yang dianggap sebagai “Jalan Langit”. Kehendak Langit muncul melalui fenomena Langit. Dalam kebudayaan bangsa Tionghoa, Kaisar Langit melalui berbagai bencana alam memberi peringatan kepada manusia yang berseberangan dengan Kehendak Langit, sebaliknya memberi keberuntungan dan perhatian kepada manusia yang berakhlak dan patuh terhadap Kehendak Langit. Tuhan di atas Langit juga mengatur kaisar agung turun bereinkarnasi ke dunia, untuk mengajari semua orang, agar manusia bisa membaca fenomena Langit dan memahami Kehendak Langit.

Bagian Xi Ci dalam buku “Yi Jing (Zhouyi)”, tertulis:

“Langit Menurunkan Fenomena,
Menampakkan Baik Buruk,
Orang Suci Menafsirkannya.

Sungai Menghasilkan Peta,
Kali Menghasilkan Buku,
Orang Suci Mengikutinya.”

Secara umum artinya, orang suci mendapat Mandat Langit lalu memperlihatkan fenomena Langit (Ilmu Langit atau Astronomi) ini kepada manusia, agar terbentuk dalam ideologi, kepercayaan, perilaku dari manusia, hingga sampai hal paling mendasar di permukaan berupa tatanan hidup, perilaku moral manusia, sistem institusi dan lain-lain. Dengan demikian “Ilmu Langit atau Astronomi” berubah menjadi “Ilmu Manusia atau Humaniora”, ini tepatnya adalah asal muasal dari peradaban bangsa Tionghoa

“Orang suci” yang menginterpretasikan peradaban bangsa Tionghoa dan mendidik semua orang ini, ada yang berupa Dewa, maupun semi Dewa. Mirip seperti yang ditampilkan dalam aksara “Suci [聖]”, dengan aksara telinga dan mulut di atas aksara raja. Mereka adalah Raja yang mendapat Mandat Langit dan menurunkan Ilmu Manusia, seperti Pangu, Nuwa, Fuxi, Shennong, dan Dewa-dewa lainnya; juga Raja-raja suci seperti Huang Di atau Kaisar Kuning, Yao, Shun, Yu dan lainnya yang menggunakan tubuh manusia untuk melaksanakan misi Dewa.

Menurut catatan kitab kuno, “Leluhur Pertama Ilmu Manusia” orang Tiongkok, yakni Xuan Yuan Huang Di, setelah menyelesaikan misi mengajari masyarakat, memperoleh Tao lalu terbang membubung, kembali ke singgasana Langit, sejak itu telah mewariskan kepada manusia kebudayaan kultivasi yakni manusia pulang kembali ke status Dewa. Generasi selanjutnya mengubur pakaian yang dikenakan Huang Di sebelum terbang membubung di Gunung Qiao, lalu membangun sebuah makam, dan menganggapnya sebagai makam Huang Di, yang disembah hingga kini.

Sejak itu di dalam setiap dinasti dalam sejarah, Dewa tanpa henti bereinkarnasi, sebagai Kaisar Agung dari bangsa Huaxia (bangsa Tionghoa), dalam rentang waktu yang sangat panjang itu, selangkah demi selangkah membangun dan memperkaya sistem peradaban dari Kebudayaan Warisan Dewa bangsa Tionghoa. Kebudayaan bangsa Tionghoa bersumber dari kebijaksanaan Tuhan, kandungan maknanya sangat luas mendalam, sarat akan rahasia Langit dan mukjizat Tuhan.

3. Struktur Tatanan Ribuan Tahun

Setelah banjir besar, Yao – Shun – Yu, tiga raja suci datang ke dunia silih berganti, mengoreksi kembali susunan pergantian empat musim Langit dan Bumi, secara damai mengendalikan air dan tanah, mengharmoniskan Yin dan Yang, memusnahkan iblis dan siluman, dan membangun lingkungan bagi umat manusia bertahan hidup. Dengan kebajikan memimpin kolong langit, dan berpusat pada moralitas, membangun sistem kebudayaan ‘hidup berasimilasi dengan Langit’, secara kolektif telah menyelesaikan proses mendirikan panggung besar Shenzhou.

Dua dinasti Xia dan Shang, di tengah periode manusia eksis bersama Dewa, ada banyak dewa dewi, petapa dewa yang berada di tempat manusia, mewariskan berbagai macam kebudayaan dan kesenian kepada orang-orang, membangun dan menetapkan moralitas umat manusia serta nilai ideologis.

Dari Dinasti Zhou Barat sampai Dinasti Qin Agung, selama 800 tahun terjadi perubahan besar. Lima Hegemoni muncul dengan cepat di zaman musim Semi dan Gugur, Tujuh Kekuatan bertarung dengan sengit di periode negara perang. Qin Shi Huang membangun Kekaisaran, dengan mengikuti pertanda Langit, memanfaatkan keuntungan geografis dan keharmonisan Manusia, berhasil menyatukan seluruh negeri, dan mendirikan dinasti kekaisaran tradisional bangsa Tionghoa yang pertama.

Han Wudi dari Dinasti Han, membuka perbatasan memperlebar wilayah, berperang di Selatan dan Utara, Han Agung bagaikan angin topan, berhasil merebut wilayah Barat. Di internal merancang sistem pemerintahan, dan menanamkan fondasi kebudayaan Han ribuan tahun; sedangkan di eksternal membuka akses ke wilayah Barat, untuk membawa kebudayaan bangsa Tionghoa ke seluruh Eurasia. Terus berlanjut hingga sampai Dinasti Qing, Tiongkok selama periode 2000 tahun itu, senantiasa mewarisi sistem dan paradigma dinasti kekaisaran yang diformula oleh Dinasti Qin dan Han.

Li Shimin, Kaisar Taizong dari Dinasti Tang Agung, dengan kebijaksanaan yang tidak pernah ada sebelumnya dan kemampuan militer seperti Dewa, berhasil menaklukkan kelompok bandit, menstabilkan ZhongYuan (Daratan Tengah), menyatukan kolong langit, sehingga peradaban 5000 tahun bangsa Tionghoa berhasil didorong hingga ke puncaknya. Dinasti Kerajaan Tang Agung, Tiada Duanya di Kolong Langit, Kekuasaannya Mengoncang Delapan Penjuru, kemegahannya bagaikan Lautan Menampung Ratusan Sungai, dengan rasa percaya diri yang sangat tinggi, keagungannya tiada banding, kekuatan dan kemakmurannya tiada duanya, kemilaunya menerangi dari dulu hingga sekarang!

Pada awal abad 13, Maha Raja Mongolia Jenghis Khan beserta klan Huangjin membuka akses ke wilayah Barat, menyapu bersih Eurasia, meletakkan fondasi struktur tatanan Eropa, membawa peradaban Huaxia ke mana pun dirinya pergi. Dimulai dari Abad Renaisans Eropa yang berumur ratusan tahun, hingga akhirnya mendorong peradaban Barat menuju kemajuan pesat, Raja Dunia Yuan Agung Kubilai Khan memimpin Dinasti Langit Yuan Agung masuk memimpin ZhongYuan dan memainkan peran besar sejarah selama ratusan tahun, wilayah kekuasaan Dinasti Yuan sangat besar, jauh melampaui Dinasti Han dan Tang, bahkan tergabung menjadi panggung pertunjukkan besar dunia dan menjadi landasan struktur tatanan seluruh dunia.

Ming Chengzu (Yongle) dari Dinasti Ming, Kangxi dari Dinasti Qing Agung serta kaisar agung lainnya, terkenal berhati Bajik dan toleransi Tinggi, Memimpin dengan Sastra dan Militer, sehingga membuat empat suku minoritas takluk. Berlayar menyeberangi lautan, menaklukkan Mongol-Rusia, dan berhasil menyatukan seluruh semesta, kebudayaan bangsa Tionghoa besar maha megah, hingga mempengaruhi seluruh dunia.

Para pemimpin suci monarki terkenal dari dinasti bangsa Tionghoa ini, telah mendirikan sejarah, meletakkan fondasi jalan, membalikkan situasi krisis, sehingga membuat Kebudayaan Tradisional bangsa Tionghoa terus berlangsung tanpa henti, agar Tiongkok membawakan kemegahan bagi peradaban dunia. Setiap dinasti setiap generasi Tiongkok selalu di bawah perlindungan Tuhan, yang secara teratur meletakkan fondasi juga menyempurnakan detail konkret kebudayaan dan nilai ideologis yang seharusnya dimiliki oleh manusia di dunia.

4. Menampilkan Keagungan dengan Toleransi

Mayoritas kebudayaan bangsa di dunia, semuanya adalah didirikan dengan landasan kepercayaan agama utama dari bangsa tersebut. Namun kebanyakan pengikut agama menganggap kepercayaannya sendiri sebagai “Satu-satunya Tuhan Sejati”, dan memandang kepercayaan lain sebagai sesat. Perang agama dalam sejarah Barat terus berlangsung tanpa henti. Ada cendekiawan bahkan beranggapan, perang antar negara berbeda di dunia, penyebab mendasarnya adalah konflik yang ditimbulkan oleh antar kepercayaan yang berbeda.

Sedangkan di Tiongkok, gereja dan kuil dari kepercayaan yang berbeda, walau hanya terpisah oleh jalan dan saling berhadapan, namun tetap saling menjaga tanpa masalah. Tiongkok di dalam sejarah belum pernah terjadi perang agama yang serius. Di dalam sejarah, bangsa-bangsa yang masuk ke ZhongYuan (Daratan Tengah), seperti Mongol dan Manchu, juga mendapat pengaruh dari Kebudayaan Tradisional bangsa Tionghoa, esensi kebudayaan mereka juga dicampur masuk ke dalam bangsa Tionghoa dan menjadi satu bagian dari kebudayaan Tionghoa.

Dewa di alam semesta terdiri dari Buddha, terdiri dari Tao, juga terdiri dari Dewa bentuk lainnya, itu sebabnya di dalam kebudayaan Tiongkok juga tanpa henti ditanamkan konsep “Buddha – Tao – Dewa”, dan juga tentang bagaimana berkultivasi; pada saat yang sama juga menanamkan etika moralitas dan berbagai macam nilai-nilai universal dari manusia, seperti “Tao (moralitas), De (kebajikan), Ren (kasih), Yi (kebenaran), Li (etika), Zhi (kebijaksanaan), Xin (keyakinan)” dan lain-lain.

Di dalam kebudayaan berbagai bangsa juga tercatat, bahwa Sang Pencipta di saat akhir kalpa pasti akan datang untuk menyelamatkan semua manusia. Jika sungguh benar adalah demikian, alasan Sang Pencipta memilih kebudayaan bangsa Tionghoa yang bagaikan “Lautan Menampung Ratusan Sungai” dan penuh toleransi ini, karena di sini akan diajarkan Hukum terakhir yang menyelamatkan manusia, yang akan menyelamatkan semua bangsa dan semua pemeluk kepercayaan, ini menjadi mudah untuk dipahami.

Di satu sisi, di dalam kebudayaan semacam ini, telah ditanamkan fondasi agar manusia di dunia dengan berbagai macam asal-usul, kebudayaan dan kepercayaan, dapat memahami unsur dari Hukum Langit yang menyelamatkan manusia di saat terakhir; di sisi lain, di dalam kebudayaan semacam ini, diajarkan Hukum Langit yang terakhir, mudah diterima oleh manusia dengan latar belakang agama yang berbeda-beda. Tentu saja, ditinjau dari sudut pandang lain, kebudayaan dengan sifat toleransi maha besar dan kekayaan maha besar semacam ini, tentu saja merupakan pengaturan secara sistematis oleh Sang Pencipta sendiri di masa lalu, selangkah demi selangkah ditanamkan dan dikembangkan sekaligus diwariskan sampai hari ini, tujuannya adalah menyelamatkan semua manusia di dunia pada masa akhir kalpa.

5. Berkali-kali Mengalami Bencana Namun Tidak Musnah

Kebudayaan Tradisional bangsa Tionghoa berada di bawah karunia perlindungan Tuhan, melewati masa beberapa ribu tahun tetap tidak hancur, terus diwariskan hingga pertengahan abad ke 19. Peradaban Barat dengan Revolusi Industri-nya menyebabkan terjadinya dominasi teknologi, invasi militer, yang menimbulkan “gejolak yang tidak pernah ada sebelumnya selama beberapa ribu tahun”. Setelah itu, bumi pertiwi bangsa Tionghoa, terjadi kekacauan berkali-kali lipat, hantu yang datangnya dari Barat, menyusup dengan meminjam kesempatan ini. Kebudayaan bangsa Tionghoa mengalami kerusakkan parah, hasil karya budaya hancur lebur, nasib tergantung pada seutas tali.

Menanggung penderitaan bertahun-tahun berdirinya partai komunis, dengan berbagai macam gerakan politiknya, juga bencana besar 10 tahun Revolusi Kebudayaan, serta berbagai macam represi kekerasan, pengrusakkan agama, penghapusan kepercayaan kepada Tuhan, ditambah lagi indoktrinasi Kebudayaan Partai dan Ateisme, membuat generasi anak muda sejak lama sudah tidak memiliki kepercayaan kepada Buddha – Tao – Dewa. Generasi tua hanya bisa diam karena ketakutan, nyalinya telah hancur oleh teror pembantaian dan represi; bangunan tradisional, situs kuno, kuil, perkakas, dan benda-benda budaya lainnya dihancurkan, hubungan antara Tuhan-manusia telah selangkah lagi dipotong putus.

Namun dengan dihancurkannya Konfusianisme-Buddhisme-Taoisme dan berbagai kepercayaan agama lainnya, tidak berarti manusia di dunia tidak bisa dibangunkan oleh Tuhan. Kebudayaan Tradisional bangsa Tionghoa yang ditanamkan oleh Tuhan untuk umat manusia, sari pati dan daya hidupnya yang sulit dikalahkan, dan pada saat ini tampil keluar secara maksimal.

Setelah Revolusi Kebudayaan, orang Tiongkok hampir sepenuhnya tanpa kepercayaan kepada Tuhan, mengalami kehampaan jiwa, aktivitas kebudayaan secara ekstrem hampir punah. Namun ketika orang-orang mendengar siaran radio “Kisah Keluarga Jenderal Yang”, “Biografi Yuefei”, “Tiga Kerajaan (Samkok)”, “Kisah Batas Air (108 Pendekar Liang Shan)”, dan karya terkenal lainnya, dalam sekejap jalanan menjadi sepi, setiap keluarga seksama mendengarkan, takut terlewat satu seri pun, bahkan polisi juga enggan bertugas. Tepat karena akumulasi kebijaksanaan dari Kebudayaan Warisan Dewa selama ribuan tahun, telah membangkitkan kembali pikiran lurus dari lubuk hati manusia dan ingatan yang tersimpan sangat lama.

Orang-orang mengapa begitu mengagumi nilai Yi (kebenaran) yang ditampilkan kisah Tiga Kerajaan (Samkok)?

Manusia dunia setiap kali menyinggung aksara “Yi (kebenaran)”, segera teringat “Yi” yang ditampilkan pada zaman Tiga Kerajaan (Samkok). Tiga pahlawan, Liu Bei – Guan Yu – Zhang Fei, menampilkan “Yi” dengan bersumpah mengikat persaudaraan, membuat generasi berikutnya terkagum-kagum dan menirunya, sifat menjunjung tinggi kebenaran dibandingkan materi, tindakan serta perbuatan yang mengabaikan hidup dan memprioritaskan kebenaran, membuat kagum semua orang.

Zhuge Liang yang membantu Liu Bei, berprinsip “Mengabdi Hingga Akhir, Sampai Ajal Tiba”. Dia menjadi teladan pejabat setia generasi selanjutnya dan mendapat gelar sebagai perdana menteri nomor satu sepanjang masa. Kaisar Agung Wei Wu, Caocao, “Siang merancang Strategi Militer, Malam membahas Kisah Klasik”, merencanakan Logistik dalam menentukan kemenangan, berhasil menyatukan seluruh wilayah Utara; pada perjamuan minum berdua, dia menyanjung Liu Bei pahlawan, dan tidak memanfaatkan posisi genting Liu Bei; “Perkataan Harus Dapat Dipercaya”, dia membebaskan Guan Yu yang ditangkapnya; menggunakan Yi dari para pejabatnya untuk merebut hati rakyat di empat penjuru.

Nilai Yi yang ditampilkan oleh Tiga Kerajaan selama ratusan tahun, selaku Kebudayaan Tradisional 5000 tahun di seluruh Tiongkok, telah menjadi standar moralitas dan perilaku manusia, yang dicetak dengan tinta emas.

Orang-orang mengapa demikian tersentuh oleh Zhong (loyalitas) Yang Liulang dan Yuefei?

Kehebatan Yang Liulang dari Dinasti Song Utara menggoncang Tiga Gerbang, Jenderal Wanita Keluarga Yang dalam membasmi musuh dan melindungi negara sangat menyentuh perasaan. Yuefei dari Dinasti Song Selatan telah menjalani ratusan peperangan, tidak pernah terkalahkan. Sayangnya saat ingin menyerang langsung ke sarang musuh dan merebut kembali wilayah negara, telah dicelakai pejabat pengkhianat Qin Hui, meninggal secara tragis di Fengboting. Kisah Yang Liulang dan Yuefei tersebar selama ribuan tahun, bahkan rakyat jelata yang buta huruf, yang tidak dapat membaca buku sejarah, juga dapat mengetahui kisah itu lewat cerita dan pertunjukan, mengenali baik dan jahat, mengagumi pejabat loyal, terus tersebar lewat mulut dan telinga, diwariskan turun temurun ke generasi selanjutnya.

Dalam perjalanan naik turunnya bangsa Tionghoa selama lima ribu tahun, satu per satu pertunjukan besar mengguncang hati, satu per satu alur cerita menyentuh hati sanubari manusia, tidak saja membuat orang-orang dapat mengenali baik-jahat, benar-salah, asli-palsu, loyal-khianat, tetapi juga dapat mempertahankan bangsa Tionghoa yang sejak lampau terisi penuh dengan energi lurus. Dalam ideologi, pemikiran, kesadaran, pembuluh darah orang-orang juga telah ditinggalkan tanda yang tidak bisa dihapus, tidak peduli rezim partai komunis Tiongkok bagaimana menekan dan mengelabui, juga tidak dapat mencekik keinginan hidup dari lubuk hati orang-orang.

Kesimpulan

7 miliar kehidupan di atas dunia, sebenarnya tidak setiap orang mempercayai agama, sebenarnya tidak setiap orang mempercayai Tuhan. Sang Pencipta tidak ingin meninggalkan seorang pun, namun manusia di dunia perlu ada batas minimum moralitas, barulah layak menjadi manusia. Ini juga tepat mengapa Tuhan dalam banyak agama di dunia berulang kali memperingatkan manusia, bahwa harus menjaga batas minimum moralitas, menunggu kembalinya Sang Pencipta.

Hari di mana moralitas manusia terperosok turun sampai ujung kehancuran, itu tepatnya adalah saat bencana yang menenggelamkan datang mendekat. Namun di saat ini, hanya Tuhan saja yang mampu mengulurkan tangan besar untuk mengendalikan Langit dan Bumi, membalikkan situasi krisis, dan menyelamatkan orang baik agar terhindar dari maha bencana paling akhir.

Sari kebudayaan dan fondasi moralitas yang dibangun oleh Tuhan demi manusia, tepatnya merupakan landasan bagi manusia untuk terlahir kembali, supaya manusia saat berada pada momen paling berbahaya, dapat memahami rahasia Langit yang diungkap oleh Tuhan, dan ini juga merupakan satu-satunya cara agar diselamatkan. Sebaliknya yang merusak jalan penyelamatan manusia ini, justru adalah sedang memusnahkan umat manusia.

Di tengah gerakan politik, PKT tiada hentinya sekehendak hati memusnahkan Kebudayaan Tradisional bangsa Tionghoa, ini tepatnya adalah ingin agar manusia berada dalam momen bencana keruntuhan moral, sehingga terhalang segala jalan keluarnya. Ketika manusia telah kehilangan kebudayaan tradisional, serta perilaku moral yang terbentuk di bawah pengaruh dan didikan kebudayaan tradisional, maka manusia tidak akan dapat memahami Tuhan yang menyelamatkan manusia dan Hukum yang diajarkan Tuhan, juga berarti akan kehilangan kesempatan takdir terakhir untuk memperoleh penyelamatan.

Kebudayaan Tradisional bangsa Tionghoa, tepatnya adalah kebudayaan yang dikokohkan sendiri oleh Sang Pencipta, demi menyelamatkan semua makhluk di saat terakhir. Ini tepatnya adalah pengaturan khusus dan tujuan dari Kebudayaan Tradisional bangsa Tionghoa.

(Bersambung)

Untuk membaca bagian lain, silahkan klik di sini.

Tonton di Youtube, silahkan klik di sini.