Fokus

AS Menyelidiki Anti-Dumping Produk dari Tiongkok

Departemen Perdagangan AS pada 27 Juli mengatakan, pada 26 Juni, mereka menerima petisi anti-dumping duty atau AD, terkait tali ikat twist tie Tiongkok.

Pemohon mengklaim, twist tie impor Tiongkok ini dipasarkan di AS dengan harga yang sangat rendah. Produk-produk ini telah menyebabkan kerugian besar bagi industri domestik AS, dan pemohon meminta agar dilakukan penyelidikan anti-dumping.  

Departemen Perdagangan AS berkata, sesuai data yang diberikan, twist tie impor Tiongkok itu mungkin dijual di AS dengan harga yang telah dibanting, sebesar 72,96%.  Hal ini telah memenuhi klausul Pasal 732 Undang-Undang Tarif, karenanya, AS akan mulai melakukan penyelidikan dalam waktu 140 hari.

Metode baru yang diputuskan Departemen Perdagangan AS adalah investigasi anti-dumping terhadap negara-negara ekonomi non-market atau NME seperti Tiongkok, tidak akan menggunakan nilai tukar terpisah, melainkan nilai tukar menyeluruh dalam perhitungannya. Ini adalah pertama kalinya AS menggunakan nilai tukar gabungan dalam anti-dumping.   

[Xie Tian, Profesor Aiken School of Business di University of South Carolina, Amerika Serikat]:

“Sekarang perang dagang yang baru ini ditambahkan dengan nilai tukar, adalah cukup penting. Tidak lagi berpatok pada angka resmi Tiongkok 7,0 sebagai nilai tukar, namun ke nilai tukar yang merujuk pada moneter negara lain, karena nilai tukar di Tiongkok adalah manipulasi, itu palsu, menekan rendah nilai tukar sama dengan menstimulasi ekspornya sehingga harga jatuh.”

Xie Tian juga berkata, selama ini Partai Komunis selalu memperjuangkan status ekonomi bebas, sebab ia takut akan pinalti anti-dumping karena memanipulasi nilai tukar.

[Xie Tian, Profesor Aiken School of Business di University of South Carolina, Amerika Serikat]:

“Ini yang ditakuti oleh PKT. Jika Tiongkok adalah negara ekonomi pasar, ia akan mengatakan, nilai tukar saya juga merupakan hasil dari ekonomi pasar, adil dan masuk akal. Tetapi sekarang Amerika Serikat tidak mengakui, Uni Eropa juga tidak mengakui, semua tidak mengakui ia adalah negara ekonomi pasar, nilai tukarnya sebenarnya adalah palsu, hasil intervensi manusia, bukanlah hasil dari pasar.”

Xie Tian berkata, manipulasi Partai Komunis Tiongkok terhadap nilai tukar, di satu sisi, ada beberapa kelompok kepentingan yang diuntungkan, sebagai cadangan dan kendali devisa. Namun penerbitan mata uang berlimpah akan menciptakan devaluasi domestik, rakyat akan merasakan kerugian akibat inflasi, sehingga daya beli menurun. 

[Xie Tian, Profesor Aiken School of Business di University of South Carolina, Amerika Serikat]:

“Sekarang Partai Komunis Tiongkok seperti tikus yang terjepit, tekanan dari dua arah, ke-luar ada tekanan apresiasi, ke-dalam ada tekanan devaluasi, di satu sisi, nilai RMB tidak segitu tingginya, di sisi lain, menurut teori pasar, Tiongkok menggenjot ekspor sangat kuat, mata uangnya sepantasnya harus terapresiasi, sekarang ini naiknya tidak seberapa tinggi, artinya diperkirakan rendah. Perkiraan rendah adalah hasil manipulasi. Namun dari sudut pandang lain, Tiongkok mencetak uang sangat banyak, menyebabkan daya beli RMB menurun, sebenarnya diakibatkan karena apresiasi di luar dan devaluasi di internal.”

Kementerian Perdagangan Partai Komunis Tiongkok yang sangat tidak puas dengan langkah-langkah baru AS, menuduh  mereka telah melanggar aturan WTO.

[Yu Weixiong, ekonom di Pusat Prakiraan UCLA Anderson] :

“Tiongkok mengutip WTO kini sudah tidak ada artinya. Selama 20 tahun Tiongkok nyaris tidak pernah mematuhi aturan WTO, jadi sekarang Amerika Serikat tidak menggubris hal ini. Amerika Serikat telah resmi mengumumkan keluar dari WHO, saya rasa Amerika Serikat sekarang tidak akan peduli, karena WTO tidak ada sanksi yang konkrit dan efektif atas pelanggaran aturan yang dilakukan Tiongkok.”

Sarjana keuangan Tiongkok He Junqiao mengatakan, karena AS selalu dipihak yang dirugikan dalam perdagangan Tiongkok-AS, sangat mungkin ia akan menarik diri dari WTO seperti keluar dari WHO, dan hal inilah yang sangat ditakuti Partai Komunis Tiongkok. (ntdtv/ljy/crl/lia)

Lebih banyak artikel Fokus, silahkan klik di sini. Video, silahkan klik di sini.