Seberapa parahkah krisis demografi China? Menurut data resmi yang dirilis pada bulan Januari, populasi China telah memasuki tahun ketiga penurunannya. Dan rezim sedang berusaha mencari cara untuk menyelesaikannya. Tapi apakah kaum muda China akan bekerjasama? Untuk mengerti sentimen publik, kami menelepon warga lokal di kota terbesar China Shanghai. Kami mengubah suara mereka demi keamanan.
[Huang, Warga Shanghai]:
“Masalah terbesarnya adalah kami orang China tidak ada yang melanjutkan generasi berikutnya. Kaum muda tidak mau punya anak. Tak satupun dari kedua putra saya yang mau punya anak. Saat saya tanya mereka mau apa saat tua, mereka hanya berkata, itu urusan nanti. Ini bukan bercanda! Populasi China menurun dengan tajam. Terjun bebas. Dan bukan cuma putra saya. Pada dasarnya, semua anak muda, mungkin bukan 100%, tapi mungkin tiga dari empat, tidak mau punya anak. Dan itu beralasan karena mereka pikir tidak ada harapan masa depan.”
Huang berkata kedua putranya berumur 30an. Banyak anak muda di China ragu akan ide untuk memulai keluarga karena beratnya tekanan ekonomi dan sosial. Selain itu, ada pula biaya tinggi untuk membesarkan anak di China. Tetapi angka kelahiran yang rendah di sebuah negara memengaruhi sumber tenaga kerja, serta apakah mereka punya cukup orang untuk militer. Untuk mengatasinya, otoritas China telah menjanjikan bonus uang, cuti hamil dan cuti bulan madu yang lebih panjang bagi keluarga baru. Seorang penasehat politik China berkata awal tahun ini bahwa ia berencana untuk mengajukan penurunan batas usia pernikahan dari 22 tahun bagi pria dan 20 bagi wanita, ke 18 tahun. Bahkan versi tiktok China juga mendorong hal ini. Semakin banyak konten tentang reproduksi yang diposting di platform itu. Tetapi apakah stimulus ini dapat mendorong angka kelahiran di China?
[Liu Yuanhua, Ahli Sejarah China di Australia]:
“Orang-orang di China berada dibawah tekanan besar. Hidup itu sulit. Ekonomi buruk. Pengangguran tinggi, orang-orang bersusah payah untuk bertahan. Di saat seperti ini, saat masa depan terasa tidak pasti dan orang-orang takut menghabiskan uang, mereka bahkan tidak berani menikah. Jika pun mereka menikah, mereka terlalu takut punya anak. Karena hidup mereka sudah begitu sulit, mereka tidak mau anak-anak mereka lebih sulit lagi. Mereka tidak bisa melihat harapan. Pemerintah di semua tingkat kekurangan uang sekarang. Jadi saat peraturan dibuat, tetapi tidak ada dukungan di belakangnya, berarti bahkan jika ada uang pun, itu tidak menyelesaikan masalah.”
Di saat yang sama, masalah China bukan hanya tentang bayi. Video yang diposting di media sosial menampakkan jalanan yang dulunya ramai kini terlihat sepi, saat pedagang mengalami hari-hari sulit.
[Suara Penduduk Shanghai]
“Tempat seperti Jalan Huashan dan Jalah Huaihai biasanya ramai, tetapi sekarang jauh lebih sedikit. Sementara itu, bisnis seperti krematorium, rumah duka, produsen peti mati justru sangat laku.”
Banyak orang yang meninggal di China setelah pandemi Covid-19 yang disebabkan oleh virus PKT mengacaukan negara itu. Angka kelahiran juga menurun. Sesuatu yang patut dicatat, beberapa provider jaringan ponsel besar melaporkan hilangnya sekitar 21 juta pelanggan pada awal 2020. Banyak yang percaya bahwa angka kematiannya jauh lebih besar dari itu. Ini terjadi karena rezim China tidak mengklasifikasikan kematian akibat Covid dengan standar yang sama dengan negara lain.
Berdasarkan penelitian dan perhitungan kami dari dokumen yang bocor serta saksi mata, lebih dari 100 juta orang meninggal di China selama pandemi Covid-19.