Fokus

Pendiri Falun Gong, Mr. Li Hongzhi Mempublikasikan “Mengapa Ada Umat Manusia”

Tn. Li Hongzhi adalah pendiri disiplin spiritual Falun Gong. Latihan ini menggabungkan meditasi dan latihan lembut dengan filosofi moral yang berpusat pada prinsip sejati, baik, dan sabar.

Setelah Tn. Li memperkenalkan latihan itu kepada publik di Tiongkok pada awal 1990-an, sekitar 100 juta orang mulai berlatih. Sejak itu, latihan ini telah menyebar ke lebih dari 100 negara di seluruh dunia.

Meski demikian, di Tiongkok, latihan tersebut telah mengalami penganiayaan ekstrem oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT). Penganiayaan itu termasuk kampanye propaganda kebencian dan sensor oleh PKT, baik di Tiongkok maupun di Barat. NTD, pada kesempatan Tahun Baru Imlek, merasa terhormat untuk memberikan platform kepada Tn. Li.

Tn. Li adalah nominator untuk Hadiah Nobel Perdamaian sebanyak empat kali, dan dinominasikan oleh Parlemen Eropa untuk Hadiah Sakharov, untuk kebebasan berpikir. Dia juga adalah penerima Penghargaan Kebebasan Beragama Internasional Freedom House.

Tn. Li adalah penulis buku “Zhuan Falun,” yang telah telah diterjemahkan ke dalam 40 bahasa.

Berikut ini adalah artikel “Mengapa Ada Umat Manusia” oleh Tn. Li, diterjemahkan dari bahasa Mandarin.

***

Mengapa Ada Umat Manusia

Pertama-tama menyapa Anda semua pada kesempatan Tahun Baru Imlek ini!

Tahun Baru seharusnya saya sampaikan kata-kata gembira yang Anda suka dengar, tetapi bahaya yang saya lihat terus mendekati umat manusia selangkah demi selangkah. Untuk itu para Dewa meminta saya untuk memberikan beberapa patah kata yang hendak disampaikan para Dewa kepada makhluk hidup di dunia, setiap kalimat adalah rahasia langit, tujuannya agar manusia mengetahui fakta kebenaran, dan memberikan kesempatan lagi kepada manusia agar terselamatkan.

Mengapa ada umat manusia, dari awal hingga akhir, alam semesta akan melalui empat tahapan proses panjang yaitu Terbentuk, Bertahan, Rusak, dan Musnah. Begitu alam semesta mencapai akhir dari proses “pemusnahan” terakhir, segala sesuatu dalam badan langit yang lebih besar, termasuk alam semesta tempat kita berada ini akan tercerai-berai tak berwujud lagi dalam sekejap! Seluruh kehidupan akan musnah tak tersisa!

Kematian manusia hanyalah kerusakan dan penuaan tubuh secara permukaan, sedangkan yuanshen-nya (diri sejati tidak mati) akan bereinkarnasi di kehidupan selanjutnya. Alam semesta mengalami proses Terbentuk, Bertahan, Rusak, Musnah, sedangkan manusia mengalami proses Lahir, Tua, Sakit, Mati, ini adalah hukum alam semesta, bahkan para Dewa juga akan mengalami proses ini, hanya saja rentang waktunya sangat lama, dan para Dewa yang lebih agung akan lebih lama lagi. Tidak ada rasa sakit dalam kehidupan dan kematian mereka, dan mereka selama prosesnya dalam keadaan sadar, ibaratnya seperti berganti pakaian luar saja. Dengan kata lain, biasanya kehidupan mereka tidak benar-benar mengalami kematian. Akan tetapi, ketika alam semesta dan badan langit tercerai-berai pada tahapan terakhir Terbentuk, Bertahan, Rusak, Musnah, maka kehidupan tidak lagi bereinkarnasi, semua kehidupan dan materi akan lenyap, serta berubah menjadi debu, semuanya kembali ke ketiadaan. Pada saat ini manusia di dunia sedang mengalami tahap terakhir Pemusnahan dari Terbentuk, Bertahan, Rusak, Musnah. Segala sesuatu telah berubah menjadi lebih buruk di akhir zaman ini, oleh karenanya kehancuran akan terjadi, oleh sebab itu barulah masyarakat saat ini menjadi begitu kacau. Pikiran manusia tidak lagi memiliki kebaikan, kehidupan seksual yang bejat, kejiwaan yang menyimpang, penyalahgunaan narkoba merajalela, tidak percaya Tuhan dan segala fenomena kacau tumbuh subur, ini pasti terjadi pada tahap akhir dari badan langit, dan tibalah kini saatnya!

Sang Pencipta menyayangi semua Dewa dan makhluk hidup yang baik serta segala ciptaan indah dalam badan langit, oleh sebab itu pada awal tahapan “Rusak”, dibawalah sejumlah Dewa ke lapisan tanpa Dewa dari lapisan terluar badan langit (umumnya dikenal sebagai “di luar Alam Fa”), dan menciptakan Bumi. Tetapi Bumi tidak dapat eksis secara mandiri, ia tergantung pada sistem sirkulasi dari kehidupan dan organisme yang terbentuk di dalam struktur badan langit yang berhubungan, baru dapat eksis. Untuk itu, Sang Pencipta, di luar Bumi menciptakan sebuah ruang lingkup yang lebih luas, yang oleh para Dewa disebut “Triloka”. Bila penyelamatan akhir belum tiba waktunya, betapa pun tingginya tingkatan Dewa, tanpa persetujuan dari Sang Pencipta, Ia tidak diizinkan keluar atau masuk ke Triloka sekehendak hati. Dalam ruang lingkup Triloka terdapat tiga alam utama, lapisan tempat makhluk hidup di Bumi termasuk umat manusia ini disebut “Alam Hasrat”, di atas Alam Hasrat adalah alam kedua yang disebut “Alam Berbentuk”, dan di atasnya lagi adalah alam ketiga yang disebut “Alam Tanpa Bentuk”. Satu alam lebih tinggi dan lebih mulia dari alam lainnya, namun tidak satu pun yang dapat dibandingkan dengan sejumlah kerajaan surga yang berada di Alam Fa dan di atas Alam Fa. “Surga” yang biasa disebut oleh umat manusia, sesungguhnya berada di dalam Alam Berbentuk dan Alam Tanpa Bentuk yang berada di dalam Triloka. Karena di setiap loka terdapat sepuluh lapisan langit, jika ditambahkan Triloka itu sendiri, maka totalnya menjadi tiga puluh tiga lapisan langit. Manusia di Alam Hasrat, ini adalah tingkatan yang paling rendah, juga dengan lingkungan yang paling buruk. Hidup ini penuh derita dan singkat, dan yang paling mengerikan adalah di dunia manusia ini tidak ada prinsip lurus, di alam semesta ini prinsip manusia adalah berbalikan (kecuali prinsip-prinsip Fa yang diajarkan Dewa kepada manusia). Misalnya: yang menang menjadi raja, merebut kekuasaan dengan kekerasan, yang kuat menjadi pahlawan, dan lainnya, di mata Dewa semua itu bukanlah prinsip lurus, karena semuanya diperoleh melalui pembunuhan dan perampasan. Alam semesta dan Dewa tidak akan seperti itu, namun di dunia manusia hal itu adalah keharusan, dan boleh dilakukan, itulah prinsip dunia manusia, jika dibandingkan dengan prinsip alam semesta adalah “prinsip yang berbalikan”, itu sebabnya agar bisa kembali ke surga maka manusia harus “berkultivasi” sesuai prinsip lurus. Ada orang yang hidupnya agak lebih baik daripada orang lain, lalu sudah merasa dirinya sangat baik, itu hanya membandingkan dirinya dengan orang lain di dunia ini, namun sebenarnya mereka hanya hidup di tengah tumpukan sampah alam semesta. Triloka dibangun pada lapisan terluar dari badan langit alam semesta, tersusun dari partikel seperti molekul dan atom yang paling rendah, paling kasar dan paling kotor. Di mata Dewa, di sinilah tempat pembuangan sampah alam semesta. Itulah sebabnya, Dewa memandang lapisan partikel molekul ini sebagai “tanah”, yang merupakan lapisan paling rendah, inilah makna asli dari perkataan dalam agama bahwa “Tuhan menciptakan manusia dari tanah”, yang sebenarnya adalah menggunakan materi pada tingkat yang terbentuk dari molekul ini untuk menciptakan manusia.

Penciptaan manusia oleh para Dewa adalah atas perintah Sang Pencipta, dan Dewa yang berbeda diminta untuk menciptakan manusia dengan wujud yang berbeda menurut penampilan unik masing-masing, oleh sebab itu ada manusia kulit putih, kulit kuning, kulit hitam, dan ras lainnya, ini hanya perbedaan pada tampilan luarnya saja, jiwa-jiwa di dalamnya adalah pemberian dari Sang Pencipta, jadi semua manusia memiliki nilai-nilai yang sama. Tujuan Sang Pencipta meminta para Dewa menciptakan manusia adalah dipergunakan untuk menyelamatkan makhluk hidup termasuk para Dewa di alam semesta yang lebih besar di akhir zaman.

Lalu mengapa Sang Pencipta meminta para Dewa untuk menciptakan umat manusia di tengah lingkungan yang rendah dan begitu buruk ini? Karena di sinilah lapisan terendah alam semesta, adalah tempat yang paling menderita, namun menderita baru dapat berkultivasi, menderita baru dapat melenyapkan karma. Di tengah penderitaan, manusia masih dapat mempertahankan kebaikan, masih tahu cara bersyukur, menjadi seorang yang baik, inilah cara meningkatkan diri sendiri. Apalagi penyelamatan adalah proses dari bawah ke atas, dan harus dimulai dari tingkat yang paling bawah. Kehidupan di sini adalah penderitaan, antara manusia dengan manusia juga akan ada konflik kepentingan, dan lingkungan alam yang buruk, untuk bertahan hidup manusia harus menguras tenaga serta pikiran dan lain sebagainya, semuanya itu dapat memberikan kesempatan bagi kehidupan untuk meningkatkan diri, dan melenyapkan karmanya. Penderitaan pasti dapat melenyapkan karma, di tengah penderitaan dan konflik, jika seseorang masih dapat mempertahankan kebaikan maka ia akan mengumpulkan pahala kebajikan, dan dengan demikian kehidupan akan mendapatkan peningkatan.

Tiba di era modern ini ketika Sang Pencipta hendak menggunakan tubuh manusia untuk menyelamatkan makhluk hidup di alam semesta, sebagian besar kehidupan asli dalam tubuh manusia digantikan oleh “dewa” yang telah bereinkarnasi menjadi manusia. Karena tubuh manusia dapat melenyapkan karma di tengah penderitaan, dan pada saat yang sama di tengah kondisi tidak adanya prinsip lurus, jika dapat memegang teguh pada prinsip lurus yang diajarkan Dewa, dan dapat mempertahankan kebaikan maka kehidupan itu akan memperoleh peningkatan. Masa akhir telah tiba, gerbang langit dari Triloka telah terbuka, dan Sang Pencipta telah memilih orang-orang seperti ini untuk diselamatkan.

Badan langit alam semesta dalam proses Terbentuk, Bertahan, dan Rusak, segala sesuatunya sudah tidak murni lagi, sudah tidak sebaik saat pertama kali terbentuk, sehingga akan menuju “Kemusnahan”. Artinya, segala sesuatu dalam badan langit sudah rusak, makhluk hidup sudah tidak sebaik semula, dan kehidupan mereka juga sudah tidak murni lagi, sudah memiliki karma, sehingga mereka akan musnah. Jenis dosa ini disebut “dosa asal” dalam agama. Untuk menyelamatkan badan langit alam semesta, Sang Pencipta meminta para Dewa dan para Penguasa Langit untuk turun ke dunia menjadi manusia di lingkungan ini, menderita, meningkat, dan melenyapkan dosa, membentuk kembali diri mereka sendiri, dan kemudian kembali ke Surga (karena Sang Pencipta pada saat menyelamatkan manusia juga membentuk ulang alam semesta yang baru). Badan langit alam semesta yang baru adalah benar-benar murni dan indah, manusia dapat mempertahankan niat baik di tengah lingkungan penuh derita ini, dalam menghadapi terpaan konsep modern, manusia dapat tetap berpegang pada konsep tradisional, di tengah terpaan ateisme dan teori evolusi, dan masih bisa percaya pada Tuhan, maka orang seperti ini telah mencapai tujuan terselamatkan kembali ke Kerajaan Surga. Segala fenomena kekacauan adalah pengaturan terakhir para Dewa, tujuannya adalah untuk menguji makhluk hidup apakah layak untuk diselamatkan, di saat yang sama penderitaan juga dapat melenyapkan karma di dalam proses ini, segala sesuatunya dilakukan demi menyelamatkan manusia kembali ke alam Surga.

Maka artinya, hidup manusia di dunia ini bukan demi pencapaian sosial apa pun. Perjuangan dan kerja keras, serta memperoleh dengan menghalalkan segala cara dalam hidup, hanya akan membuat manusia menjadi rusak. Tujuan manusia datang ke dunia ini adalah untuk menghapus dosa dan karma, serta untuk mengultivasi diri dengan baik. Manusia datang ke dunia adalah untuk diselamatkan. Mereka datang dan mengambil wujud manusia untuk menantikan Sang Pencipta menyelamatkan diri mereka kembali ke Kerajaan Surga. Di dalam penantian, kehidupan demi kehidupan terus-menerus mengumpulkan kebajikan, inilah pula tujuan reinkarnasi manusia. Kekacauan dunia adalah digunakan untuk pencapaian semua makhluk. Namun, ada pula sebagian orang yang memohon pertolongan Tuhan dalam menghadapi kesulitan, tidak mendapatkan yang diinginkan lalu mulai membenci Tuhan, dan dengan demikian berjalan sampai ke taraf menentang Tuhan, bahkan menempuh jalan iblis dan menciptakan karma yang baru. Orang-orang seperti ini bergegas kembalilah, memohon pengampunan Tuhan, dan kembali ke jalan yang benar. Sebenarnya segala sesuatu dalam hidup manusia, pantas mendapatkannya atau tidak, semuanya adalah sebab akibat dari kebaikan dan keburukan yang telah dilakukan pada kehidupan sebelumnya yang menumbuhkan buah pada kehidupan setelahnya, berapa banyak pahala kebajikan yang dikumpulkan pada kehidupan sebelumnya akan menentukan berapa banyak keberuntungan yang diperoleh pada kehidupan ini atau kehidupan berikutnya. Jika Anda memiliki banyak pahala, maka di kehidupan berikutnya Anda mungkin dapat menukar pahala tersebut dengan memperoleh jabatan tinggi dan kemakmuran, mungkin juga memperoleh berbagai kekayaan dan kebahagiaan, termasuk apakah keluarga Anda bahagia, bahkan bagaimana dengan kondisi putra-putri Anda. Inilah penyebab fundamental mengapa ada orang yang kaya, ada yang miskin, ada yang menjadi pejabat tinggi, dan ada yang tunawisma, ini tidak seperti propaganda partai jahat komunis tentang kesetaraan antara yang miskin dan kaya. Alam semesta ini sangat adil, jika makhluk hidup melakukannya dengan baik maka akan menuai kebaikan, jika melakukan kejahatan maka harus dibayar, tidak dibayar pada kehidupan kali ini akan dibayar pada kehidupan yang akan datang, ini adalah prinsip hukum alam semesta yang absolut! Langit-Bumi-Dewa-Sang Pencipta memperlakukan manusia dengan belas kasih, Langit-Bumi-Manusia-Dewa semuanya adalah kreasi Sang Pencipta, Ia mutlak tidak akan hanya baik dengan kehidupan tertentu dan tidak baik dengan kehidupan tertentu lainnya. Alasan beberapa orang menjalani hidup bahagia dan yang lain tidak, semuanya karena hukum sebab akibat.

Manifestasi dari memperoleh dan kehilangan, di tengah realita akan terlihat seperti manifestasi yang normal di masyarakat, pada dasarnya adalah konsekuensi sebab-akibat yang dilakukan oleh kehidupan itu sendiri. Tetapi ada atau tiada, dan mendapatkan atau kehilangan, manifestasinya di tengah masyarakat manusia adalah sejalan dengan kondisi masyarakat umat manusia, oleh karena itu manusia hidup di dunia ini tak peduli apakah Anda kaya atau miskin, Anda harus melakukan kebaikan, tidak melakukan kejahatan, mempertahankan diri tetap baik, menghormati Langit dan Dewa, serta suka membantu orang lain. Dengan demikian pahala akan terkumpul, dan akan ada berkah di kehidupan berikutnya. Dahulu orang tua di Tiongkok sering mengingatkan bahwa jangan mengeluh tentang kesulitan dalam hidup ini, lakukan lebih banyak perbuatan baik dan kumpulkan kebajikan, maka Anda akan baik-baik saja pada kehidupan selanjutnya, dengan kata lain jika Anda tidak melakukan kebaikan atau mengumpulkan pahala di kehidupan Anda sebelumnya, percuma saja Anda memohon bantuan Tuhan. Alam semesta ini memiliki prinsipnya sendiri, dan bahkan para Dewa pun harus menaatinya. Jika melakukan hal yang tidak sepantasnya, maka Dewa pun akan dihukum. Tidak sesederhana seperti yang dipikirkan oleh manusia, haruskah Tuhan memberikan apa pun yang Anda inginkan? Syaratnya adalah Anda harus sudah mengumpulkan berkah dan kebajikan dari kehidupan sebelumnya, dan menukarkannya dengan berkah dan kebajikan! Ini adalah ditentukan oleh prinsip Fa alam semesta. Tapi dibicarakan dari akarnya, ini bukanlah tujuan fundamental dari pengumpulan pahala kebajikan. Manusia hidup di dunia mengumpulkan sebanyak mungkin pahala, adalah demi menata jalan bagi diri sendiri untuk kembali ke Surga, ini barulah yang paling krusial, dan bukan untuk ditukarkan dengan kebahagiaan hidup dalam satu masa yang hanya sesaat!

Guru Li Hongzhi

20 Januari 2023

***

Catatan Editor:

Falun Gong dipraktikkan oleh lebih dari 100 juta orang di seluruh dunia. Namun terlepas dari skala fenomena budaya ini, sebagian besar telah tidak dilaporkan. NTD, sebagai organisasi media yang menghargai kebebasan beragama, merasa terhormat menjadi media pertama yang mempublikasikan artikel ini oleh pendiri Falun Gong.

Lebih banyak informasi tentang Falun Dafa, silahkan kunjungi falundafa.org dan faluninfo.net.