Pada hari Rabu
27 November, Voice
of America melaporkan Presiden Trump mengumumkan bahwa ia telah menandatangani
“UU HAM dan Demokrasi Hong Kong” dan “Undang-Undang
Perlindungan Hong Kong”.
Trump mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa ia menandatangani kedua undang-undang itu untuk menghormati Presiden Tiongkok
Xi dan rakyat Hong Kong. Dengan ditandatanganinya undang undang tersebut, ia
berharap bahwa para pemimpin Tiongkok dan Hong Kong akan dapat menyelesaikan perbedaan mereka secara damai, demi perdamaian jangka panjang dan
kemakmuran bagi semua pihak.
Dewan Perwakilan AS dan Senat mengesahkan UU HAM dan Demokrasi Hong Kong minggu
lalu dan menyerahkannya ke Gedung Putih, tetapi Presiden Trump membutuhkan
waktu beberapa hari sebelum akhirnya menandatanganinya, dan menyebabkan
kekhawatiran yang meluas. Penasihat perdagangan Gedung Putih Peter Navarro
kemudian secara terbuka menyatakan bahwa tim pengacara Gedung Putih sedang
meninjau UU tersebut.
Dalam sebuah wawancara pada hari Senin, Navarro mengatakan bahwa Presiden
sebenarnya perlu melalui serangkaian prosedur untuk menandatangani UU tersebut. Presiden juga harus
menunggu karena UU tersebut harus melewati
kantor penasihat hukum Gedung Putih.
UU HAM dan Demokrasi Hong Kong memberi wewenang kepada pemerintah AS untuk
menjatuhkan sanksi pada pejabat Tiongkok dan Hong Kong yang melanggar hak asasi
manusia di Hong Kong, dan mengharuskan Dewan Negara untuk meninjau kembali
otonomi Hong Kong setiap tahun; untuk memutuskan apakah akan memperpanjang
status ekonomi khusus Hong Kong.
Partai Komunis Tiongkok telah berulang kali menyatakan bahwa pengesahan UU ini oleh
Amerika Serikat telah “mengganggu urusan dalam negeri Tiongkok”.
Namun Senator AS Marco Rubio mengatakan bahwa UU itu hanya
membahas bagaimana pemerintah AS memperlakukan pejabat Hong Kong dan Tiongkok, yang merupakan masalah
internal Amerika Serikat, bukan masalah internal Tiongkok. (ntdtv/lia)