Keluarga

Jolly Calle, Dongeng asal Swedia yang Mengisahkan tentang Kebahagiaan Luar dan Dalam Hati

Jolly Calle (Dongeng asal Swedia Kredit:The British Library via Wikimedia Commons)
Jolly Calle (Dongeng asal Swedia Kredit:The British Library via Wikimedia Commons)

Alkisah ada seorang pemuda bernama Jolly Calle, yang tidak bisa berhenti merasa bahagia. Meskipun dia miskin dan yatim piatu, dia tidak ingin dikasihani. Sebaliknya, dia cukup puas dengan takdir hidupnya. Jika seseorang mengira dia sedih, dia akan segera mengoreksinya.

 “Yah, bagaimanapun aku pernah merasakan punya orang tua, dan, tidak seperti anak lainnya, aku juga bisa mengingat mereka! Ayah mencambuk saya dan ibu akan menghibur saya. Saya turut berbahagia untuk mereka, karena mereka berdua sudah berada di surga sekarang dan berbahagia karena perhatian yang pernah mereka berikan kepada saya,” katanya sambil tertawa.

Calle mencari nafkah

Meski periang dan tanpa rasa khawatir, Calle tahu dia harus mencari nafkah, jadi dia mengambil sikat sepatu tua dan pergi “berkelana”. Sesampainya di ladang jagung, dia berseru, “Wah, ladang jagung saya sangat subur dan bernas, saya tidak akan kekurangan di musim dingin ini!”

Suara kesal seorang petani yang sedang bediri di belakangnya terdengar, “Apa yang sedang kamu bicarakan? Itu adalah ladang dan jagung saya. Kamu tidak akan memakannya, Nak!”

Calle menjawab, tertawa, “Oh, saya tidak bermaksud mengambil jagung Anda, tetapi saya berterima kasih atas kepedulian Anda merawat ladang indah ini. Karena keindahannya saya dapat menikmatinya.” Dan dia melewati ladang jagung itu sambil menari.

Di penghujung hari, dia tiba di kota yang ramai. Banyak sepatu para pejalan kaki yang berdebu dan dengan senang hati mereka membiarkan Calle menyikatnya. Calle mengobrol ramah dan menyenangkan pada semua pemilik sepatu, mendapatkan sedikit uang untuk makan. Kemudian dia menyikat sepatunya sendiri lagi dan melanjutkan perjalanan untuk menjelajahi kota.

Dari sekian banyak rumah bagus yang dilihatnya, ada satu rumah besar yang jauh lebih bagus dari yang paling bagus. Dia berhenti untuk mengaguminya, kemudian berteriak, “Wah, rumahku ini mengalahkan yang lainnya!” Ada pejalan kaki yang mendengar kata-katanya dan mengejek, “Rumahmu? Omong kosong! Ini adalah rumah Tuan Nabob, orang terkaya di kota ini.”

 “Kalau begitu, saya harus berterima kasih kepada Tuan Nabob karena telah menjaga rumah yang begitu indah untuk saya lihat,” kata Calle, dengan gembira, sambil menciumi bunga-bunga mawar sebelum dia beranjak ke pasar.

Di pasar, ia menemukan sederetan buah dan sayuran segar yang disusun di kios-kios dengan tenda warna-warni. Dia menghirup dalam-dalam semua aroma menggoda di sekitarnya, dan memutuskan membeli beberapa buah plum untuk memuaskan rasa laparnya. Dia bersandar di sebuah kios saat dia makan, dan memperhatikan pelanggan lain berlalu lalang.

Meskipun ada beberapa pemuda lain seperti Calle yang menikmati makanan, ada jauh lebih banyak perempuan di pasar. Para wanita dengan pelayan mereka merupakan bagian terbesar dari kerumunan tersebut, dan anak laki-laki senang melihat mereka. Pada satu waktu mereka mulai berbisik dengan penuh semangat, “Dia datang, dia datang!”

Seorang wanita muda yang cantik muncul dari kerumunan. Pakaiannya sangat indah, tetapi wanita itu sendiri jauh lebih cantik.

Pemuda di sebelah Calle menyenggolnya, “Apa pendapatmu tentang dia? Dia adalah harta yang luar biasa, tetapi tidak seorang pun dari kita yang akan mendapatkan kehormatan untuk mengikat sepatunya.”

Namun, saat wanita itu melewatinya, Calle berseru, “Nona, ada debu di sepatumu,” dan membungkuk untuk memolesnya. Wanita itu sangat baik hati dan berterima kasih padanya dengan manis. “Kamu adalah orang yang berharga. Kamu telah membuat sepatu saya begitu bersih dan berkilau!” Dia kemudian melanjutkan perjalanannya, menepuk pundaknya dengan ramah.

 “Lihat,” kata Calle, kepada anak laki-laki lainnya, “Saya tidak hanya mengikat sepatunya, saya juga memolesnya! Saya mendapat tepukan ramah dan dia juga menyebut saya berharga!”

 “Kamu mungkin telah menyentuh kakinya, tetapi kamu tidak akan pernah mendekatinya,” kata yang lain. Untuk ini, Calle menjawab, “Mana mungkin saya menjadi suaminya? Stres dan tekanan apa yang akan saya berikan. Meski begitu, saya senang telah melihat dia. Melihatnya sungguh sebuah kebahagiaan.”

Beberapa hari kemudian dia berjalan di sepanjang jalan raya lagi. Ketika dia tiba di sebuah penginapan, dia duduk beristirahat dan memesan semangkuk dadih dan kuah dadih. Saat dia menunggu minumannya, enam gerobak tertutup yang ditarik lembu datang menuruni jalan, penuh dengan kantong-kantong uang. Saat pelayan menyajikan makanan di depannya, Calle bertanya milik siapa gerobak itu.

Anak laki-laki itu menjawab, “Itu adalah gerobak Tuan Nabob, yang dapat Anda lihat duduk di sana di kursi yang terbaik. Dia sedang makan sup buah prune dalam mangkuk perak.”

Filosofi Calle

Meskipun Tuan Nabob berpakaian mewah, penuh hiasan, dan duduk memakan buah prune montok dengan minuman anggur pencuci mulut, dia hampir tidak pernah merasa puas. Bahkan, dia tampak agak sakit-sakitan, dengan kulit pucat, pipi cekung, dan keputus-asaan di matanya.

Jolly Calle benar-benar menikmati dadihnya dengan sendok kayu, dan berseru, “Oh, enak sekali. Ini luar biasa!” yang menarik perhatian Tuan Nabob. “Apa yang luar biasa?” Dia bertanya.

“Kenapa?” tanya Calle, “Oh ini dadih dan kuah dadihnya, Pak,” lanjutnya. “Saya tidak pernah memakan sesuatu yang begitu asam dan begitu lezat dalam hidup saya.”

 “Bukankah kamu lebih suka sup prune seperti punyaku?” tanya Nabob.

 “Ya ampun, tidak!” jawab Calle; “Makanan lain akan terasa manis setelah makan sesuatu yang asam, tetapi jika Anda makan sesuatu yang sangat manis, itu akan merusak rasa makanan lain.”

 “Kamu tidak bodoh,” kata Nabob, dan mereka masing-masing menghabiskan makanan mereka.

Rahasia kebahagiaan

Setelah makan malam mereka berdua duduk di taman penginapan itu. Tuan Nabob memesan banyak hidangan untuk dimakan, namun dia tidak menemukan kepuasan dalam hidangan manapun. Satu demi satu dia keluhkan semuanya, dan para pelayan hampir tidak tahu harus berbuat apa.

Sementara itu, Jolly Calle duduk di bawah pohon rindang dengan segelas bir di tangannya dan pipa pendek di mulutnya. Dia menatap langit musim panas. Merasa sangat bahagia membuat dia tertawa terbahak-bahak, sekali lagi dia menarik perhatian Tuan Nabob, yang ingin tahu apa yang sedang dia tertawakan.

“Jangan khawatir,” kata Calle, “aku tidak menertawakanmu.” Dan tak lama kemudian dia tertawa lagi.

Ini sangat mengesalkan Nabob. “Apa yang dia tertawakan?” dia berteriak. “Cari tahu kenapa dia tertawa.” Pelayan menyampaikan jawaban Calle bahwa dia tidak menertawakan apa pun; tetapi kebahagiaannya tidak dapat ditahan dan dia tertawa untuk merayakannya.

Akhirnya Nabob menjadi sangat kesal sehingga dia mengirimkan koin perak agar Calle berhenti tertawa.

Berhasil berhenti, tetapi tidak seperti yang diharapkan Nabob. Calle dengan marah menolak koin itu, dan melemparkannya ke atas meja. Merasa sangat terganggu, dia bangkit dan meninggalkan penginapan, menyusuri jalan raya lagi.

Segera dia mendengar gemuruh roda di belakangnya, dan berbalik melihat Tuan Nabob dengan keretanya yang bagus, diikuti oleh enam gerobaknya yang bertumpuk uang. Datang menjejerinya, Nabob menawari Calle tumpangan, tetapi Calle menolak. Menghabiskan hari yang indah berjalan di antara aroma jerami segar dan mendengarkan kicauan burung lebih disukai daripada duduk di samping lelaki tua pemarah yang berbau anggur.

Tampaknya Nabob berubah pikiran, membuat keributan karena turun dari kereta, dan dengan sopan bertanya kepada Calle apakah dia bisa berjalan bersamanya. Calle, meskipun bingung, langsung setuju, dan mereka berjalan bersama.

Nabob memulai pembicaraannya dengan Calle. “Pertemuan pertama saya dengan Anda adalah ketika Anda mengagumi rumah saya, tetapi senang tidak memilikinya. Kemudian, ketika saya makan jauh lebih enak dari Anda, namun Anda tidak mau bertukar makanan. Dan akhirnya ketika saya duduk di sana dengan segala hal yang seharusnya dinikmati seseorang, saya tidak bahagia, sementara Anda duduk di sana tertawa riang meski tanpa memiliki apa-apa.”

Apa yang tidak bisa dibeli dengan uang

 “Saya memiliki segala sesuatu yang dapat dibeli dengan uang, namun saya tidak bahagia. Saya membawa emas seperti membawa beban dan terikat karenanya. Anda adalah anak yang aneh, selalu ceria tanpa keinginan. Itu membuatku bertanya-tanya apakah ada hal-hal yang tidak bisa dibeli dengan uang.”

Calle menjawab. “Bisakah Anda membeli sinar matahari, kesehatan, atau watak yang baik dengan uang?”

 “Tentu saja! Itu dia!” seru Nabob. “Watak yang baik. Itulah yang Anda miliki tetapi tidak saya miliki. Saya harus memilikinya dengan cara apa pun.”

Calle tertawa, “Dan apa yang akan Anda berikan padaku?” Nabob menawarinya sejumlah uang… “Seratus tael perak… seribu tael perak, satu gerobak penuh uang,” tapi Calle menolak.

 “Tiga gerobak… Empat… Lima gerobak penuh uang akan kuberikan padamu!” tetapi Calle menganggapnya pembayaran yang buruk.

Mereka mencapai tepi hutan tempat gerobak diparkir, dan Nabob memohon, “Calle, temanku, ambil semua enam gerobak uangku, kereta, dan kusirku juga. Berikan aku watak baikmu!”

Calle menjawabnya, “Tidak, saya tidak bisa. Anda menjadi sakit setelah mendapatkan pemberian dari Tuhan, dan menderita oleh harta Anda sendiri. Tidak ada yang bisa membuatku menerimanya. Tapi lihat sepatumu yang berdebu! Biarkan saya menyikatnya untuk Anda.”

Jadi Nabob membiarkan Calles menyemir sepatunya; dan, meraih dompetnya, bertanya berapa banyak dia berutang untuk pelayanannya.

“Oh, tidak ada,” jawab Calle. “Orang kaya tidak dapat membayar hal-hal sepele seperti itu.”

 “Katakan saja satu hal sebelum kamu pergi,” pinta Nabob, terlihat lebih sakit dari sebelumnya. “Kenapa kamu begitu bahagia?”

 “Kenapa aku sangat bahagia?” ulang Calle sambil tertawa. “Karena aku masih diberi kesempatan untuk hidup, itu saja!” Dan sambil berkata demikian, dia melompat ke tangga melewati tembok, melambaikan topinya, dan menghilang.

Diadaptasi dari Cerita Rakyat Swedia yang ditulis oleh Helena Nyblom (visiontimes/sia/feb)

Lebih banyak artikel Keluarga, silahkan klik di sini

VIDEO REKOMENDASI