Berikut adalah beberapa cara sederhana untuk mendorong tumbuhnya kerendahan hati dalam diri kita sekaligus memupuk sikap terbuka untuk terus belajar, memberi, dan bertumbuh
Merriam-Webster mendefinisikan kerendahan hati sebagai “kebebasan dari keangkuhan atau kesombongan?” dan sifat kerendahan hati, tampaknya, sudah ketinggalan zaman. Masyarakat modern terlihat cenderung mendorong pada ciri-ciri karakter yang bertentangan dengan kerendahan hati, seperti narsisme, hak istimewa, dan keegoisan.
Kita dikelilingi oleh para ahli dan guru yang mengaku memiliki semua jawaban; berdebat rasanya telah menjadi hobi nasional, yang berkontribusi atas tumbuhnya lingkungan perselisihan dan permusuhan; serta kesombongan adalah hal biasa dan disalahartikan sebagai kepercayaan diri. Akibatnya, hubungan baik telah jauh dari kehangatan dan keterikatan yang mendalam.
Nenek moyang kita menganggap kerendahan hati sebagai suatu hal yang mendasar. Di Timur, Konfusius menyebut kerendahan hati sebagai “landasan kokoh dari semua kebajikan.” Di Barat, Alkitab berbicara banyak tentang kerendahan hati: misalnya, “Jangan melakukan apa pun karena ambisi egois atau kesombongan yang sia-sia, tetapi dalam kerendahan hati anggaplah orang lain lebih baik daripada dirimu sendiri.” (Filipi 2:3)
Keangkuhan atau arogansi yang ditampilkan akan mudah dikenali, sedangkan kurangnya kerendahan hati tidak selalu terlihat jelas. Kadang-kadang kita juga bisa menderita karena kurangnya kerendahan hati. Ini adalah sesuatu yang patut diperhatikan?seberapa tinggi kita telah mendaki?perlu diingat bahwa kita semua tidak sempurna.
Ketika kita kehilangan kerendahan hati, kita menutup diri dari hubungan dengan orang lain, dari ide-ide baru, dari diri kita yang sebenarnya, dan dari potensi terbesar kita. Ketika kita gagal menumbuhkan kerendahan hati dalam karakter kita, kita menjadi tidak jujur, mencoba untuk menggambarkan kepada dunia versi buatan dari diri kita yang ingin kita pamerkan. Kita menjadi orang yang tahu segalanya, membagikan nasihat yang tidak diminta, menggembar-gemborkan kehebatan kita, dan menutup ide apa pun yang bertentangan.
Ketika kita mempertahankan kerendahan hati, kita dapat mempertahankan keaslian dan kesadaran diri, dan memupuk sikap terbuka untuk terus belajar, terkoneksi, memberi, dan bertumbuh. Berikut adalah beberapa cara sederhana yang dapat kita lakukan untuk mendorong kerendahan hati dalam diri kita sendiri.
Menikmati Kerendahan Hati
Kata-kata Socrates yang terkenal “satu-satunya kebijaksanaan sejati adalah tahu bahwa Anda tidak mengetahui apa-apa.” Jika memang demikian, lantas apa yang perlu disombongkan? Kita dapat mengingatkan diri sendiri bahwa sangat sedikit yang benar-benar kita ketahui dan sangat sedikit yang dapat kita kendalikan.
Kita dapat dengan mudah menyadari bahwa hidup sebagian besar adalah misteri dan kita semua melakukan yang terbaik yang kita bisa dengan apa yang kita miliki.
Daripada merasa menyesal atas ketidaktahuan dan ketidakmampuan kita, atau terlalu sombong tentang pencapaian atau berkat kita, lebih baik kita duduk sambil menikmati keterheran-heran akan semua itu.
Kurangi Keterikatan pada Reputasi
Seberapa sering kita menyesuaikan tindakan dan keputusan kita berdasarkan apa yang kita bayangkan akan dipikirkan atau dikatakan orang lain? Jika kita hidup demi menegakkan citra, bertindak dengan harapan tepuk tangan meriah beserta medali emas dari orang lain, dan menghindari kritik dengan cara apa pun, tentunya kita tidak sedang melakukan hal yang benar.
Kita perlu menggenggam pemikiran untuk melakukan hal terbaik yang kita bisa, dengan apa yang kita tahu, hal itu benar dan perlu kita lakukan, dan biarkan pendapat orang lain dilontarkan sesuka mereka.
Memegang Kesejatian
Kurangnya kerendahan-hatian dapat menyebabkan banyak kepura-puraan. Jika kita terus-menerus memamerkan diri, selalu percaya bahwa kita berada di atas orang lain, atau selalu menganggap bahwa kita yang terbaik dari semua orang, kita telah kehilangan pandangan akan kebenaran (atau sengaja menghindarinya.)
Tidak ada orang yang sempurna. Tidak ada orang yang tahu segalanya. Tidak ada orang yang memiliki kehidupan yang sempurna. Kita semua pernah membuat kesalahan. Kita semua memiliki kekurangan dan kelemahan. Kita semua pernah menghadapi kemalangan dan penderitaan.
Tapi kita dapat membuat diri kita terkoneksi dan terhubung dengan orang lain jika kita bisa mengakui kesalahan kita dan tidak perlu menyombongkan kekuatan kita. Kita bebas untuk hidup dan bertindak sebagai orang yang sejati jika kita dapat mempertahankan rasa kerendahan hati.
Berempati
Kerendahan hati dapat disalahartikan sebagai tingkat kepercayaan diri yang rendah. Sebaliknya, seperti yang pernah dikatakan oleh Rick Warren, “Kerendahan hati bukanlah meremehkan diri sendiri, tetapi lebih memikirkan diri sendiri.”
Salah satu cara sederhana untuk mempraktikkan kerendahan hati adalah kemampuan untuk memahami dan berhubungan dengan orang lain secara tulus. Saat berbicara dengan keluarga, teman, dan kolega, kita dapat mencoba mendengarkan mereka dengan penuh perhatian, menempatkan diri kita pada posisi mereka, dan memahami dari mana mereka berasal. Kita tidak perlu selalu bersikeras agar gagasan kita diadopsi atau cara kita benar. Kita dapat menempatkan kebutuhan dan keinginan orang lain di atas kebutuhan kita sendiri.
Mengamalkan Rasa Syukur
James E. Faust berkata: “Hati yang penuh rasa bersyukur adalah awal dari kebesaran. Itu adalah ekspresi kerendahan hati. Itu adalah dasar untuk pengembangan kebajikan seperti doa, iman, keberanian, kepuasan, kebahagiaan, cinta, dan kesejahteraan.”
Sangat mudah untuk memasukkan praktik syukur ke dalam kehidupan kita sehari-hari. Sebelum tidur, secara mental kita dapat memikirkan beberapa hal yang kita syukuri. Dalam jurnal, kita dapat mencatat sejumlah hal yang bisa kita syukuri setiap hari. Kita dapat mendiskusikan hal-hal yang kita syukuri dengan keluarga kita di meja makan.
Kita dapat menggunakan waktu jalan pagi atau berolahraga setiap hari untuk mengingat banyak hal yang harus kita syukuri. Kita dapat menjadikannya sebagai titik untuk mengamati berkah yang tak terhitung jumlahnya dalam hidup kita dan meleburkannya menjadi ungkapan hati yang bersyukur.
Amati Alam
“Dengan menghadirkan alam ke dalam hidup kita, kita sedang mengundang kerendahan-hatian,” kata penulis Richard Louv.
Alam memiliki cara untuk mengingatkan kita betapa kecilnya kita. Kita berdiri di depan barisan pegunungan yang luas, melihat ke lautan luas, atau menatap langit bintang yang tak berujung dan kita tidak bisa tidak merasa rendah hati di hadapan itu semua.
Semakin kita mengamati dan memikirkan tentang alam dan rancangannya yang sempurna, semangat kekaguman itulah yang akan dirasakan oleh hati yang rendah hati.
Pertahankan Sikap Penasaran
Ketika kita kekurangan rasa kerendahan hati, biasanya karena kita terlalu terjebak dalam diri kita sendiri. Jika kita dapat mengerahkan minat dan keingintahuan tentang berbagai perspektif, cerita, dan kualitas orang lain, kita cenderung akan timbul rasa kerendahan hati. Membiarkan orang lain membuat kita terkesan, membuat kita takjub, dan menginspirasi kita adalah hadiah bagi diri kita sendiri dan juga mereka serta menimbulkan hubungan yang lebih mendalam.
Mendengarkan
Tuhan memberi kita dua telinga dan satu mulut karena suatu alasan, seperti banyak yang orang-orang katakan. Jika kita lebih banyak mendengarkan daripada berbicara dan menyadari bahwa kita masih harus banyak belajar dan bahwa orang lain mungkin memiliki sesuatu yang berharga untuk dibagikan, kita sedang mempraktikkan kerendahan hati.
Kurangi Keinginan Menghakimi
Ketika kita mendapati diri kita sedang menghakimi orang lain, itu adalah tanda bahwa kita juga harus menggunakannya untuk menimbulkan rasa kerendahan hati kita. Jarang kita memiliki informasi yang cukup untuk membuat penilaian tentang karakter atau situasi orang lain. Mengakui ketidakmampuan kita untuk menilai secara akurat serta kekurangan kita sendiri dapat membuat kita memiliki pendirian yang lebih luas dan hati yang welas asih.
Perhatikan Sekitar Kita
Kita bisa saja terbawa oleh pendapat tentang bagaimana menyelamatkan dunia, memperbaiki negara, atau memperbaiki masyarakat, tetapi kita mungkin dengan mudah melupakan pentingnya merapikan tempat tidur kita setiap hari atau memainkan peran yang kita mainkan dengan baik dalam hidup.
Daripada berangkat untuk menyelamatkan dunia dan dengan sombong memandang rendah siapa pun yang tidak memiliki tujuan mulia seperti itu, kita mungkin dapat melihat ke dalam kehidupan kita sendiri.
Bagaimana kabarnya hari ini? Apakah kita sudah menjaga apa yang seharusnya kita jaga? Apakah ada hal-hal yang kita hindari? Apakah ada hal-hal yang bisa kita lakukan lebih baik? Apakah kita benar-benar memiliki jawaban atas masalah global yang rumit tetapi tidak memiliki kapasitas untuk menangani tanggung jawab lokal kita?
Dengan hati yang rendah hati, mengalihkan fokus kita ke masalah lokal, kita mungkin menemukan bahwa konsekuensi dari melakukan dengan sangat baik apa yang seharusnya kita lakukan mengarah pada perbaikan global. (barbara danza/epochtimes/ave)
Lebih banyak artikel Keluarga, silahkan klik di sini.
Saksikan Shen Yun via streaming di Shen Yun Creations
VIDEO REKOMENDASI