Perjalanan ke Jepang awal Januari tahun ini, menjadi penuh makna bagi penulis. Karena siapa yang dapat menduga – tidak lama kemudian berbagai belahan dunia di-lockdown karena pandemi virus corona sehingga melumpuhkan dunia pariwisata global.
Kenangan indah dari perjalanan ini ada dua: menyaksikan Shen Yun, pertunjukan tari dan nyanyian Tiongkok tradisional di Kyoto, dan Kyoto itu sendiri – salah satu kota di Jepang yang masih menyisakan banyak hal-hal tradisional.
Bagi generasi muda di masyarakat modern, hal-hal tradisional kerap dianggap sebagai hal usang dan ketinggalan jaman, tetapi menonton pertunjukan Shen Yun sungguh telah membuka mata dan wawasan penulis. Tidak menyangka bahwa troupe tari asal New York inilah yang justru tengah membangkitkan kembali kebudayaan Tiongkok tradisional yang mengandung banyak nilai-nilai positif dan pesan moral, satu hal yang telah hilang di Tiongkok sendiri, apalagi setelah Revolusi Kebudayaan (1966-1976).
Dari sisi teknik tari juga telah mencapai satu tingkatan yang dapat dikatakan sempurna, singkat kata memukau. Tidak pernah terbayang oleh penulis bahwa tarian memiliki kemampuan narasi dan ekspresi yang demikian hebat, dan itu semua dikemas dan ditampilkan dengan cantik pula, tanpa cacat, dengan kostum beragam etnik yang penuh warna serta indah memesona, ditambah latar belakang digital yang unik dan seterusnya, seolah pujian mengalir tanpa habis.

Kemudian balik ke kota Kyoto: Salah satunya adalah kawasan Higashiyama, yang menyuguhkan suasana Kyoto tempo dulu, kota yang terkenal karena keberadaan ribuan kuil tersebut. Yang pertama tentunya kuil Kiyomizu-dera – terlihat anggun di atas bukit. Dari kuil ini, langkah kaki menyusuri dan menuruni jalan kuno bertangga – disebut Sannenzaka, terus menuju Pagoda Yasaka. Ahh… tentu saja, tidak persis tempo dulu, toko cendera mata, resto dan café bertebaran di mana-mana, tetapi sentuhan tradisional masih sangat kental, bangunan-bangunan kayu dengan arsitektur kuno membawa kita sejenak ke era para Shogun.
Setelah Sannenzaka, kaki terus menapaki Ninenzaka, barisan tangga menurun menuju Kuil Yasaka, kuil dengan ratusan lentera yang pancaran iluminasinya akan terlihat cantik di malam hari.
Di sepanjang perjalanan, tentu tidak lupa mencicipi kue ini dan masakan itu yang dijajakan. Ketika balik ke penginapan, bukan saja lelah tubuh karena berjalan jauh, tetapi terlebih karena perut yang lumayan penuh.
Tentu saja Kyoto masih memiliki banyak pesona lainnya. Siapa tahu situasi pandemi mereda dan restriksi perjalanan diperlonggar kembali, Kyoto barangkali dapat dimasukkan di daftar tujuan anda berikut (ntdindonesia.com/karnadi)
Lebih banyak artikel Wisata, silahkan klik di sini.
VIDEO REKOMENDASI