Berikut adalah cerita legenda putri dari Raja Miao Zhuang, yaitu putri Miao Shan, yang berhasil kultivasi menjadi Bodhisattva Avalokitesvara (Guan Yin / Kwan Im), dikutip dari catatan literatur Dinasti Qing. Dengan sakral dijadikan sebagai referensi.
Bab 1. Tiga Cangkir Arak selama Jamuan Kecil di Paviliun, Mimpi Baik Sebutir Mutiara Memasuki Kandungan
Konon di tahun-tahun terakhir masa Dinasti Zhou, Dataran Tengah terpecah menjadi banyak kerajaan, satu sama lain saling mengirim pasukan, muncul peperangan di mana-mana, kisruh tak terpecahkan, sungguh merisaukan sehingga manusia sulit tidur nyenyak, di mana pun tidak bisa ditemukan Tanah Suci. Pada saat itu, Kerajaan Xinglin Barat sebaliknya berada dalam kondisi damai, cuaca bagus untuk bercocok tanam, negara aman dan rakyat damai tenteram.
Berbicara tentang kerajaan Xinglin ini, di antara negara-negara Wilayah Barat, dapat dikatakan bahwa ini adalah kerajaan besar yang megah dan independen, serta menguasai banyak daerah. Namun, karena faktor geografis, biasanya tidak berhubungan dengan Daratan Tengah, dan kedua belah pihak saling terisolasi. Ini juga karena di antara dua kerajaan tersebut, berdiri sebuah gunung, orang-orang menyebutnya gunung Sumeru. Gunung ini, tingginya menjulang ke langit, luasnya mencapai ribuan Li, terbentang hingga dataran tinggi di Barat Laut, seperti perbatasan pada umumnya yang terbentuk secara alami. Pada saat itu, lalu lintas perhubungan masih susah, meskipun orang-orang Daratan Tengah tahu bahwa ada gunung terkenal ini, namun karena gunung ini terletak di tempat terpencil dengan jalur penuh bahaya, cuacanya luar biasa dingin, salju di atas gunung, meski dalam cuaca musim panas, umumnya juga tidak akan mencair, sehingga pada akhirnya, tidak ada yang berani mengambil risiko pergi ke Barat. Kerajaan Xinglin persis berdiri di Barat Laut gunung Sumeru ini, dalam kondisi jalur yang terhalang, secara alami terputus hubungan dengan Tiongkok.
Kerajaan Xinglin ini, dalam sejarahnya adalah yang tertua di antara suku-suku Barat, juga relatif lebih maju dalam peradaban, menempati wilayah seluas 36.000 Li, dengan jumlah penduduk ratusan ribu orang, secara alami tumbuh generasi tangguh, yang paling hebat di sana, dan suku-suku kecil mau tidak mau harus tunduk di bawahnya.
Raja yang berkuasa saat itu bernama Pojia, nama eranya adalah Miao Zhuang, merupakan seorang penguasa yang bijak dan hebat, memimpin ratusan ribu orang, para pria turun ke sawah, para wanita merajut pakaian, berbagai profesi hidup aman tenteram, dalam pemerintahannya selama lebih dari sepuluh tahun, kerajaan Xinglin menjadi makmur, rakyat pun sejahtera, hari demi hari berkembang pesat. Raja Miao Zhuang adalah pemimpin sebuah kerajaan, status dan posisinya tidak perlu dipertanyakan lagi. Sang ratu istana, bernama Baode, juga seorang wanita yang baik dan bijak, dia sangat menghormati dan mencintai Raja Miao Zhuang, keluarganya penuh dengan keharmonisan.
Namun, tidak ada hal yang sempurna di dunia ini, meskipun hidup manusia kaya dan terhormat tanpa tanding, juga tidak boleh tidak ada cacat. Raja Miao Zhuang selaku kepala negara, memiliki segalanya di dunia, hanya ada satu hal, yang berada di luar kekuasaan sang raja, juga bukanlah hal yang bisa dibeli dengan emas dan perak, yaitu keturunannya hanya ada 2 putri, dan sama sekali tidak memiliki pangeran. Raja Miao Zhuang sudah berusia 60-an, dan tidak ada yang mewarisi takhtanya, secara alami tentu harapan hadirnya seorang putra sangat tinggi. Dikarenakan masalah ini, sering kali dia merasa tertekan, kadang-kadang tidak bisa dihindari menghela napas dalam-dalam. Seperti kata pepatah, “seorang putra tidak bisa dibeli dengan uang, ada tenaga pun tidak bisa membuatnya”, walaupun dia gelisah memikirkannya, namun juga akan sia-sia. Dalam situasi hilangnya harapan, hari demi hari pun berlalu. Musim semi berganti musim gugur, dengan cepat waktu berlalu beberapa tahun.
Pada saat itu, tepatnya musim panas tahun ke-17 pemerintahan Raja Miao Zhuang, sebuah kolam teratai putih di taman bunga kerajaan, bertiup angin sepoi-sepoi, dengan harum semerbak ringan. Beberapa hari ini, karena Ratu Baode merasa bahwa Raja Miao Zhuang tidak bahagia, maka mengadakan jamuan di paviliun kolam teratai ini, untuk menjamu Raja Miao Zhuang minum arak menghilangkan tekanan pikiran.
Saat itu mereka suami dan istri, di paviliun terpisah tempat duduknya, petugas dan pelayan yang berpenampilan menarik, sibuk menuangkan arak dan menghantarkan makanan. Dalam hati Raja Miao Zhuang, meskipun merasa resah karena masalah pewaris takhta, tetapi oleh karena niat baik Ratu Baode ini, mau tidak mau terpaksa memasang senyuman di wajah. Di satu sisi, saat menyaksikan ribuan tangkai teratai putih di kolam, anehnya hati terasa lapang, beban berat di pundak langsung hilang, elegan dan indah bukan main. Angin sepoi-sepoi bertiup, berlalu secara perlahan, dengan ekspresi malu-malu. Aroma manis samar-samar tercium, tersebar terbawa oleh angin, sungguh menyejukkan hati. Dalam lingkungan seperti ini, Raja Miao Zhuang juga merasa bahwa dunia ini seakan milik sendiri, sungguh menyenangkan, sekat kegelisahan dalam hati, sedari awal telah dibuyarkan oleh angin sejuk.
Setelah ini, saling bersulang dengan Ratu Baode, menikmati minuman tanpa beban, penuh canda dan tawa. Ratu Baode setelah melihat dirinya bahagia, dia juga ikut bersukacita, turun tangan sendiri untuk menuangkan arak, sekaligus memerintahkan sekelompok dayang untuk bernyanyi dan menari. Saking meriahnya, tidak terasa hari segera berganti malam.
Raja Miao Zhuang terlalu banyak minum, kesadaran samar-samar, masih dalam kondisi mabuk, bangun dari tempat duduknya, sambil menopang pelayan, menggenggam tangan Ratu Baode, perlahan kembali ke kamar tidurnya dan beristirahat dengan tenang.
Saat terbangun, matahari hangat telah terang menyinari. Ratu Baode dari pagi sudah bersiap-siap, jadi menunggu Raja Miao Zhuang bangun tidur. Setelah bersih-bersih, sambil membawakan makanan dan minuman, dia berkata kepada Raja Miao Zhuang:
“Saya tadi malam bermimpi aneh, entah bagaimana pendapat Yang Mulia? Saya bermimpi sebuah tempat, tampak seperti tepi laut, hamparan luas putih, tanpa batas tanpa tepi, ombak sangat besar, sangat menakutkan.”
“Saat saya lihat, tiba-tiba terdengar suara nyaring ‘Bang’, dari di tengah lautan muncullah sehelai bunga teratai emas. Saat pertama kali keluar dari air, ukurannya tidak berbeda dengan ukuran teratai biasa, dan juga sangat dekat dengan permukaan air. Namun tak disangka, teratai emas itu tumbuh semakin tinggi semakin besar. Cahaya keemasan juga terpancar semakin menyilaukan, sampai mata pun tidak bisa dibuka. Jadi saya menutup mata untuk beberapa saat, dan ketika saya membukanya lagi, di manakah teratai emas itu? Yang berdiri lurus dan tegak di tengah lautan, ternyata adalah sebuah gunung Dewata, di atas gunung samar-samar tampak ada banyak bangunan yang tumpang tindih, juga ada pohon-pohon mestika, burung-burung langka, naga langit dan bangau putih. Banyak pemandangan ini sebenarnya berjarak sangat jauh, tiba-tiba hilang tiba-tiba muncul, tidak terlihat jelas. Di bagian tengah di atas puncak gunung, muncul sebuah pagoda berlantai 7. Di puncak stupa, terpasang sebutir mutiara, yang memancarkan cahaya indah tak terhingga, khidmat bukan main.”
“Saya bisa melihat para Dewa, mutiara itu tiba-tiba perlahan naik ke langit, dalam sekejap menjadi matahari, perlahan-lahan mendekati pantai, dan tidak lama kemudian telah menggantung tinggi di atas kepala saya. Suara nyaring ‘Bang’ kembali terdengar. Matahari itu tak disangka melaju jatuh dalam perut saya. Saya sangat ketakutan sampai tidak berkutik, sampai tidak bisa melarikan diri, kedua tungkai seperti telah tumbuh akar. Tanpa sadar saya berusaha keras untuk meronta, namun tak disangka meronta hingga terbangun dari tidur. Ternyata sedang terbaring di atas tempat tidur, ke mana lautan itu, gunung itu, dan pemandangan lainnya? Sampai di situ, saya mulai sadar bahwa itu hanyalah sebuah mimpi. Mimpi ini entah memberi pertanda apa, apa pendapat Yang Mulia?”
Ketika Raja Miao Zhuang mendengar ini, dia diam-diam bersukacita di dalam hatinya, dan menghibur Ratu Baode: “Apa yang dilihat Ratu dalam mimpi, jelas merupakan wujud sejati dari kerajaan Buddha yakni Sukhavati. Ini adalah kejadian langka bagi manusia biasa, dan secara alami ini merupakan pertanda baik. Selain itu, mutiaranya jelas adalah sarira aliran Buddha, yang bertransformasi menjadi matahari, tepatnya adalah wujud laki-laki; masuk ke dalam kandungan, tentu saja itu adalah pertanda kehamilan. Ratu memperoleh pertanda mimpi ini, kehamilan kali ini, pasti tidak diragukan lagi melahirkan seorang laki-laki. Ini sungguh berkah yang sangat besar!”
Ratu Baode begitu mendengar ini, gembira bukan main. Kejadian ini tersebar di seluruh istana, sehingga tumbuh harapan besar di seluruh penghuni istana.
Ratu Baode sejak hari itu, tanda-tanda kehamilannya muncul satu per satu. Dalam waktu dua sampai tiga bulan, perut membuncit secara signifikan. Sejak dia hamil, tubuhnya sangat kokoh, tapi ada satu hal: Segala makanan dari ikan dan daging, sedikit pun tidak bisa ditelan. Bahkan makanan sehari-hari yang paling disukai, selama itu daging, dalam satu pandangan akan terasa mual. Jika secara paksa memakannya sedikit, dijamin akan susah-payah dimuntahkan keluar. Ini juga sering terjadi pada ibu hamil, semua orang juga tidak menganggapnya aneh, tetapi tidak ada yang tahu bahwa ada misteri lain di balik semua ini!
Demikianlah hari demi hari berlalu, tidak terasa musim dingin telah berganti musim semi lagi, dan masa persalinan Ratu Baode semakin dekat. Raja Miao Zhuang dipenuhi keyakinan bahwa kali ini —- pasti adalah laki-laki, sangat bahagia, dan sibuk mempersiapkan perayaannya. Seluruh penghuni istana, juga ikut sibuk mempersiapkan, tanpa berpanjang lebar.
Pada tahun ke-18 pemerintahan Raja Miao Zhuang bulan 2 tanggal 19, Pojia Sang Raja Miao Zhuang sedang menyaksikan pemandangan musim semi yang indah di taman, melamun dalam khayalannya, tiba-tiba seorang dayang bergegas datang menyampaikan berita; “Sang Ratu pada jam 7.43, telah melahirkan seorang putri, mohon anugerahkan nama.”
Begitu Raja Miao Zhuang mendengar bahwa yang lahir adalah seorang perempuan lagi, kebahagiaan dalam hatinya segera sirna separuh, tetapi itu juga hal yang tidak bisa diubah lagi, hanya dapat menyalahkan diri di kehidupan sebelumnya tidak berkultivasi dengan baik, sehingga terjadi hal seperti ini. Saat itu dia bertanya kepada dayang: “Bisakah Ratu sehat sediakala setelah melahirkan?”
Dayang itu berkata: “Yang Mulia, ketika Sang Ratu melahirkan, ada banyak sekali burung indah warna-warni, berkumpul di pohon istana mengeluarkan kicauan, seperti memainkan musik Surgawi. Dalam kamar juga ada wewangian aneh, samar-samar. Tidak lama kemudian, putri ke-3 telah lahir. Sekarang ini kondisinya bisa dibilang aman dan sehat, kesadaran Sang Ratu sangat baik, dan tangisan sang putri juga sangat nyaring.”
Setelah mendengar ini, Raja Miao Zhuang teringat pada pohon tempat burung Dewata berkumpul, dan wewangian aneh yang memenuhi ruangan; juga teringat mimpi Ratu Baode ketika dia hamil, anak ini memiliki asal usul, serta bawahan lahir, yang tidak diketahui! Dia lalu menuliskan dua aksara “Miao Shan” sebagai nama putri ketiga, karena sudah ada dua putri di atas pundak. Satu adalah Miao Yin dan satunya lagi Miao Yuan, semuanya diurut berdasarkan huruf tahun kelahiran mereka masing-masing. Saat ini secara langsung menggunakan tinta emas untuk menulis, dan menyerahkan kepada dayang. Isinya:
Hanya Kebajikan [Shan] yang setara dengan Luar Biasa [Miao], anak ini lahir dengan akar Kebijaksanaan [Hui].
Ingin tahu peristiwa selanjutnya seperti apa, nantikanlah jawaban di bab selanjutnya. (NTDTV.com)
Baca Bagian II disini