Kisah kuno “Diam Adalah Kultivasi” berasal dari Treasured Tales of China Vol. 1
Buku ini penuh dengan cerita sejarah dan legenda yang menumbuhkan moralitas dan kebajikan. Cerita pendeknya membawa kita kembali ke zaman kuno di Tiongkok, dan buku ini penuh dengan kebijaksanaan. Buku ini diterjemahkan oleh Dora Li dan diedit oleh Evan Mantyk dan Connie Phillips. Di sini, kami akan berbagi satu cerita dari bab “Kisah Kultivasi.”
Perspektif bahwa Diam adalah Kultivasi
Semua yang hidup di alam adalah tenang dan sunyi. Suara alam adalah hening namun indah. Kesunyiannya melebihi suara apa pun di dunia. Mampu menghargai suara alam merupakan cerminan dunia yang lebih tinggi, keselarasan antara Surga dan manusia.
Prinsip yang sama juga berlaku dalam berbicara. Beberapa orang berceloteh tanpa henti sepanjang hidup mereka, berhenti sejenak ketika mereka menyadari bahwa keheningan adalah kultivasi diri dan itu lebih ampuh daripada kata-kata. Disinilah letak keagungan diam dan ucapan sederhana selama percakapan. Sifat manusia mengharuskan kita untuk berbicara, namun kebijaksanaan memberi jalan bagi kita untuk diam. Manusia cenderung mengungkapkan pendapatnya sendiri, sehingga mudah mengabaikan kebutuhan untuk mendengarkan orang lain dengan penuh perhatian. Begitu orang mempertimbangkan orang lain terlebih dahulu, mereka dapat tetap menjadi diri mereka sendiri dan benar-benar terhubung dengan orang lain.
Pepatah “Diam adalah emas” mengisyaratkan bahwa terlalu banyak omong adalah hal yang dangkal, sedangkan diam adalah kultivasi, yang dalam. Hal ini tercermin dalam istilah diam adalah kultivasi. Menurut agama Buddha, “berbicara menimbulkan karma,” karena kata-kata yang terucap ketika membicarakan sesuatu, dapat menyakiti orang lain. Oleh karena itu, para kultivator zaman dahulu berbicara dengan ramah, menahan diri untuk tidak berdebat, dan selalu mengalah kepada orang lain. Beberapa kultivator bahkan menutup mulut mereka, karena ucapan yang kurang sopan dan berbicara berlebihan dapat menyakiti pihak lain dan menciptakan karma bagi diri mereka.
Konfusius pernah mengungkapkan pada murid-muridnya: “Saya tidak ingin berbicara lagi.” Sebagai tanggapan, muridnya Zigong bertanya: “Jika Anda tidak berbicara, apa yang akan kami patuhi sebagai siswa?”
Konfusius menjawab: “Mungkinkah Surga berbicara? Bagaimanapun empat musim masih berjalan seperti biasa; berbagai tanaman masih tumbuh dengan cara yang sama.”
Dalam Tao Te Ching, Laozi menulis: “Semua orang di dunia mengakui keindahan sebagai keindahan, karena keburukan itu ada. Semua orang mengakui kebaikan sebagai kebaikan karena kejahatan itu ada. Oleh karena itu, kehadiran dan ketidakhadiran menghasilkan satu sama lain; kesulitan dan kemudahan saling mendatangkan; panjang dan pendek saling membatasi; tinggi dan rendah bergantung satu sama lain; menyuarakan dan suara selaras satu
Laozi juga menyatakan: “Hal yang paling lembut di dunia mengalahkan yang paling keras; ketidak-adaan menembus bahkan ketika tidak ada ruang. Melalui ini, saya mengetahui nilai dari tidak-bertindak. Orang yang mengetahui tidak berbicara; orang yang berbicara tidak mengetahui. Jalan Surga sebenarnya mudah ditempuh, menyikapi dengan baik tanpa kata-kata, rencanakan dengan baik tanpa rasa cemas. Jaring surga sangat luas. Juga longgar, namun tidak ada yang terlewat.” (nspirement)
Lebih banyak artikel Budi Pekerti, silahkan klik di sini. Video, silahkan klik di sini
Saksikan Shen Yun via streaming di Shen Yun Creations
VIDEO REKOMENDASI