Budi Pekerti

Kehilangan Kayu Bakar untuk Menyelamatkan Kupu-Kupu

Kupu-kupu
Kupu-kupu. (Pexels)

Terkadang, kita menemukan bahwa kemenangan dan kekalahan yang tampak tidak seperti yang terlihat. Apa yang tampak sebagai kemenangan bisa jadi merupakan kekalahan yang mendalam.

Menyelamatkan nyawa

Pada suatu hari di musim panas yang terik menyengat, seorang biksu mendaki gunung untuk mengumpulkan kayu bakar. Saat turun, ia bertemu dengan seorang anak laki-laki yang sedang menggenggam erat seekor kupu-kupu. Melihat sang biksu, anak laki-laki itu mengajukan taruhan: “Guru, maukah kita bertaruh pada sesuatu?” Ketika biksu itu bertanya apa yang akan mereka pertaruhkan, anak laki-laki itu menjelaskan: “Taruhan untuk menebak apakah kupu-kupu di tangan saya hidup atau mati. Jika tebakanmu salah, bungkusan kayu bakar di punggungmu akan menjadi milikku.”

Sang biksu setuju dan menebak: “Saya rasa kupu-kupu di tanganmu sudah mati.” Anak laki-laki itu tertawa terbahak-bahak, membuka tangannya, dan membiarkan kupu-kupu itu terbang. Merasa senang dengan dirinya sendiri dan bahagia dengan keberuntungannya, anak laki-laki itu dengan gembira membawa pulang kayu bakarnya.

Setibanya di rumah, ayah anak laki-laki itu bertanya tentang asal usul kayu bakar tersebut. Setelah mendengar cerita itu, sang ayah, jauh dari senang, dengan tegas menghukum anaknya: “Apakah kamu pikir kamu menang?” tegurnya. “Kamu sudah kalah telak, dan kamu bahkan tidak menyadarinya!” Dia memerintahkan anaknya untuk mengembalikan kayu tersebut kepada sang biksu.

Ayah dan anak ini berangkat untuk mencari kuil dan menemukan sang biksu. Ketika mereka tiba, sang ayah dengan tulus meminta maaf kepada biksu tersebut: “Guru, anak saya telah bersalah. Mohon maafkan kami.” Biksu itu tersenyum tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Anak laki-laki itu meletakkan kayu bakar dan pergi bersama ayahnya.

Sebuah pelajaran yang dipetik

Dalam perjalanan pulang, anak itu mengungkapkan kebingungannya: “Ayah, saya tidak mengerti. Apa maksudnya saya bersalah?” Sang ayah menghela napas dan menjelaskan: “Ah! Apakah kamu pikir biksu itu tidak tahu apa yang akan kamu lakukan? Jika dia memberi jawaban kupu-kupu itu masih hidup, kamu akan menghancurkannya; jika dia memberi jawaban kupu-kupu itu sudah mati, kamu akan melepaskannya. Apa pun tebakannya, kamu akan memenangkan kayu bakar itu. Tapi meskipun dia kehilangan seikat kayu bakar, dia berbelas kasih menyelamatkan sebuah nyawa!”

“Anakku,” sang ayah melanjutkan, suaranya lembut namun tegas, “terkadang, makna sebenarnya dari tindakan kita dan konsekuensinya tidak langsung terlihat. Belas kasih sang biksu melampaui pertukaran kayu bakar. Dengan melepaskan hasil jerih payahnya mengumpulkan kayu bakar kepadamu, dia menunjukkan kekuatan kebaikan dan empati.”

Anak laki-laki itu mengerutkan alisnya, mencoba memahami kedalaman kata-kata ayahnya. “Tapi bagaimana dengan kupu-kupu itu?” tanyanya, pikirannya melayang kembali ke makhluk halus yang telah memicu taruhan.

“Ah, kupu-kupu,” gumamnya, matanya berbinar penuh kebijaksanaan. Dalam keindahannya yang rapuh terdapat pelajaran yang mendalam. Seperti halnya biksu yang menyelamatkan nyawanya dengan menolak untuk ikut bermain dalam permainan kamu, begitu pula dia mengajarkan kita nilai dari setiap makhluk hidup, sekecil apa pun.”

Anak laki-laki itu akhirnya mengerti. Dia menundukkan kepalanya karena malu dan merasakan penyesalan yang mendalam.

“Ingatlah, anakku,” bisik sang ayah, “kasih sayang bukan hanya sebuah kebajikan; itu adalah esensi kemanusiaan kita. Di dunia yang sering kali dibutakan oleh ambisi dan keserakahan, cahaya penuntun akan menuntun kita menuju pemahaman dan empati yang lebih besar.”

Menang dan Kalah

Dalam kehidupan sehari-hari, hati kita sering terombang-ambing oleh kemenangan dan kekalahan. Terkadang, apa yang kita anggap sebagai kemenangan bisa jadi merupakan kekalahan yang lebih besar. Dalam mengejar ketenaran, kekayaan, atau kekuasaan, beberapa orang tidak segan-segan melakukan penipuan dan manipulasi. Pada akhirnya, mereka mungkin mencapai apa yang mereka inginkan, tetapi berapa harganya? Mereka mungkin kehilangan hubungan, cinta, kesehatan, atau bahkan kehidupan itu sendiri – bukankah itu kerugian yang terlalu besar?

Pada akhirnya, yang terpenting bukanlah kayu bakarnya, melainkan perjalanan hati yang transformatif – sebuah perjalanan yang dipandu oleh welas asih, integritas, dan keterkaitan yang mendalam dari semua kehidupan. Maka, kisah biksu, anak laki-laki, dan kupu-kupu tidak hanya menjadi sebuah cerita, tetapi juga menjadi perumpamaan abadi tentang jiwa manusia, yang menunjukkan kekuatan kebaikan untuk melampaui bayangan yang paling gelap sekalipun.

Sifat dunia ini hanya sementara; jangan terlalu mementingkan menang atau kalah. Sebaliknya, kita harus hidup dengan terhormat tanpa kehilangan jati diri kita yang sejati demi keuntungan atau mengorbankan karakter moral kita demi kekuasaan. Marilah kita berusaha untuk menjadi orang yang murah hati, orang yang dapat berdiri tegak dengan hati nurani yang bersih di bawah langit dan bumi. (nspirement)

Lebih banyak artikel Budi Pekerti, silahkan klik di sini. Video, silahkan klik di sini

Saksikan Shen Yun via streaming di Shen Yun Creations

VIDEO REKOMENDASI