Dalam teori hierarki kebutuhannya, Maslow menyatakan bahwa “manusia membutuhkan rasa hormat dan aktualisasi diri.” Memberikan rasa hormat kepada orang lain atau membantu mereka untuk “menyelamatkan muka” adalah hal penting dari kebutuhan tersebut. Ketika seseorang tidak respek pada orang lain, mereka kehilangan kesempatan untuk terhubung secara bermakna dengan orang lain, dan pada gilirannya, rasa harga diri mereka dapat menurun ketika mereka tidak dianggap oleh orang lain.
Contoh satu
Selama Dinasti Han, Jenderal Guan Fu dipuji karena keberaniannya, keahliannya dalam bertempur. Namun, dia memiliki kekurangan yang signifikan: Dia tidak respek kepada orang lain, memandang rendah mereka, tidak menghormati mereka dan mengumbar kesalahan mereka di depan umum. Suatu hari, dalam sebuah perjamuan, Perdana Menteri bersikeras agar Guan minum, dan berkata: “Kamu harus menghabiskan cangkir ini.”
Guan dengan berani menjawab: “Saya tidak akan melakukannya.” Perdebatan pun terjadi, dan dengan marah, Guan mengungkapkan kelakuan Perdana Menteri di depan para tamu. Perdana Menteri – yang juga merupakan paman dari Kaisar Wu dari Han – melaporkan tindakan tidak sopan ini kepada kaisar, yang pada akhirnya berujung pada eksekusi mati terhadap Guan.
Tidak ada orang yang sempurna di dunia ini. Untuk masalah-masalah kecil yang tidak melanggar prinsip atau sepele, kita harus memberikan orang lain kesempatan untuk menyelamatkan muka dan menjaga harga diri mereka. Ketika orang lain merasakan pengertian, toleransi, dan kemurahan hati Anda, mereka akan mengingat kebaikan ini, belajar dari kesalahan mereka, dan memperdalam persahabatan mereka.
Contoh kedua
Zhang Daqian menciptakan sebuah lukisan berjudul Cicada on Green Willow, yang menampilkan seekor jangkrik raksasa yang bertengger di dahan pohon willow dan bersiap untuk terbang. Setelah melihat karya seni tersebut, Qi Baishi berkomentar: “Zhang Daqian, lukisan ini sangat indah. Namun demikian, dalam pengalaman saya melukis jangkrik, saya berkonsultasi dengan seorang petani yang menyebutkan bahwa jangkrik biasanya kepalanya menghadap ke atas, dan jarang sekali ada jangkrik yang menghadap ke bawah. Tentu saja, itu hanya perspektif seorang petani; saya belum mengamatinya, jadi mungkin tidak sepenuhnya akurat.”
Setelah mendengar hal ini, Zhang pergi ke lembah untuk mengamati jangkrik sambil membuat sketsa di Gunung Qingcheng dan menemukan bahwa jangkrik di pepohonan semuanya menghadap ke atas. Sekembalinya ke rumah, ia memberi tahu Qi tentang pengamatannya, dan berkata: “Anda benar, saya juga telah mengamatinya!”
Zhang mengerti bahwa Qi menunjukkan kesalahannya tapi berpura-pura tidak tahu untuk menjaga harga dirinya, dengan mengatakan bahwa informasi itu berasal dari seorang petani. Dengan menggunakan kata-kata petani, Qi menunjukkan kesalahan Zhang sambil mengungkapkan ketidakpastiannya, sehingga Zhang dapat menyelamatkan muka.
Dalam kehidupan, apabila Anda menemukan kesalahan orang lain, jika Anda secara blak-blakan menunjukkannya tanpa mempedulikan situasinya, hal itu bisa membuat orang lain merasa malu, atau harga dirinya terpukul, sehingga sulit bagi mereka untuk menerima kritik Anda. Namun, jika Anda mendekatinya dengan nada bertanya atau berdiskusi, sehingga orang lain dapat menyelamatkan muka, mereka mungkin akan merasa lebih nyaman, dan menghasilkan hasil yang lebih positif.
Orang dengan pemahaman dan kasih sayang yang lebih dalam akan lebih berempati dan mempertimbangkan perspektif orang lain. Mereka menyadari pentingnya rasa hormat, karena tahu bahwa hal tersebut mencerminkan kesetaraan, nilai, karakter, dan kultivasi.
Contoh ketiga
Seorang kepala biara yang baik hati dengan penuh kasih menerima seorang anak laki-laki tunawisma dan mengajarinya pengetahuan dasar yang diharapkan dari seorang biksu, termasuk kaligrafi, membaca, dan melantunkan ayat-ayat suci. Biksu muda itu sangat cerdas dan belajar dengan cepat. Namun, kepala biara segera mengamati bahwa setiap kali anak laki-laki itu memahami prinsip baru, dia akan membanggakan prinsip tersebut kepada semua orang di sekitarnya, menikmati pujian dan kebanggaan. Perilaku ini tidak sesuai dengan kerendahan hati yang diharapkan dari seorang bhikkhu.
Untuk membantunya mendapatkan pencerahan, kepala biara menyusun sebuah rencana. Ia memberikan anak itu sebuah pot bunga sedap malam yang mekar di malam hari dan memintanya untuk mengamati bunga-bunga itu di malam hari. Keesokan harinya, biksu muda itu mendatangi kepala biara sambil memegang bunga-bunga itu dan berkata: “Bunga ini luar biasa! Bunga ini mekar di malam hari, memenuhi udara dengan keharuman, tetapi bunganya akan layu di pagi hari!”
Kepala biara bertanya: “Apakah mekarnya bunga-bunga itu mengganggumu?” Biksu muda itu menjawab: “Tidak, mereka membuka dan menutup dengan tenang.” Kepala biara menatap anak laki-laki itu dengan ramah dan berkata: “Oh, saya mengerti! Saya pikir bunga-bunga itu akan mengeluarkan suara berisik untuk dipamerkan saat mereka mekar!” Mendengar hal ini, biksu muda itu tersipu malu dan dengan hormat berkata kepada kepala biara: “Saya mengerti sekarang.”
Rasa hormat membentuk pola asuh seseorang. Mempertimbangkan perasaan orang lain dan memahami perspektif mereka akan menumbuhkan kepercayaan dan dukungan. Ini adalah sikap, keterampilan, dan kebajikan yang melibatkan empati dan menjunjung tinggi martabat orang lain. Ketika kita memberikan bunga kepada orang lain, kita adalah orang pertama yang menikmati wanginya; ketika kita melempar lumpur, tangan kita adalah orang pertama yang menjadi kotor. (nspirement)
Lebih banyak artikel Budi Pekerti, silahkan klik di sini. Video, silahkan klik di sini
Saksikan Shen Yun via streaming di Shen Yun Creations
VIDEO REKOMENDASI