Budaya

Bodhisattva Avalokitesvara | Legenda Xiulian Kwan Im (8)

Bodhisattva Avalokitesvara

Berikut adalah cerita legenda putri dari Raja Miao Zhuang, yaitu putri Miao Shan, yang berhasil kultivasi menjadi Bodhisattva Avalokitesvara (Guan Yin / Kwan Im), dikutip dari catatan literatur Dinasti Qing. Dengan sakral dijadikan sebagai referensi.

(Baca Bagian 1 disini)

********

Bab 8: Membangun kembali kuil Jinguangming, Memilih waktu baik untuk mengabdikan hidup di Gunung Yemo

Konon Putri Miao Shan karena melihat Yong Lian bersumpah dengan serius pada hari itu, bertekad untuk berkultivasi, dan ditambah pula seorang rekan untuk berkultivasi Bersih Murni, dia dalam hati merasa senang bukan main! Mulai dari hari itu, dia tahu jelas bahwa hari untuk menjadi biksuni, sudah pasti tidak akan lama lagi, jadi dia pun menyiapkan segala sesuatunya, seperti perihal mencukur kepala, dan hal lainnya.

Di tempat lain sejak Raja Miao Zhuang memerintahkan pembangunan kembali Kuil Jinguangming, dia juga mengutus menantu tertuanya untuk mengawasi proyek, dan memulai proyek konstruksi besar-besaran. Berita ini tak lama pun menyebar ke seluruh negeri, dan sejumlah ahli tukang serta pekerja datang berbondong-bondong untuk bergabung. Selain itu ada sejumlah rakyat jelata, setelah mendengar bahwa Putri Ketiga mengabdikan diri berkultivasi Dao [Jalan], membangun kembali Kuil Jinguangming, mereka pun sangat menghormatinya, dan menyatakan simpati. Pada dasarnya, seorang putri kerajaan, biasanya hidup dalam kemewahan dan kehormatan, namun dia dengan rela hidup menderita, menjalani kehidupan yang sederhana dan bersahaja seperti ini, betapa langka dan luar biasanya!

Sejak rakyat timbul rasa hormat, mereka bersaing untuk menyumbangkan benda unik dan pusaka langka, mempercantik kuil yang agung ini. Ada yang menyumbangkan patung Buddha yang diukir dari batu permata, ada yang menyumbangkan kayu cendana untuk membuat balok dan tiang yang diukir. Jadi semua bahan bangunan yang digunakan kali ini, adalah sumbangan sukarela dari rakyat. Hal ini juga disebabkan oleh musim panen yang bagus di negara ini selama beberapa tahun terakhir, yang membuat rakyat makmur, sehingga mereka dengan bersemangat menyumbangkan material-material ini.

Dikarenakan bahan bangunan yang melimpah, proyek ini pun berlangsung dengan lancar dan cepat. Terlebih lagi Kuil Jinguangming ini, meskipun telah lama ditinggalkan dan mengalami kerusakan, tetapi kerangka bangunan dan fondasinya masih ada, sehingga dibandingkan dengan pembangunan dari awal, tingkat kesulitannya jauh berbeda. Oleh karena itu, konstruksi dimulai pada tanggal 10 bulan kedua, dan cuaca yang cerah dan tenang sepanjang jalan tidak mengalami hambatan, setibanya tanggal 10 bulan kelima, semua aula dan ruang meditasi sudah selesai dibangun, Kuil Jinguangming yang dinding dan atapnya hancur, kini telah dibangun kembali menjadi agung dan gemerlap, dengan atap kuning dinding merah, sungguh terlihat megah.

Meskipun bangunan telah selesai, masih ada banyak patung-patung Buddha, yang belum selesai diukir. Setelah menghabiskan waktu yang cukup lama untuk menata interior dengan rapi, menantu tertua Raja yang mengawasi proyek pun memberikan laporan tentang penyelesaian pekerjaan.

Raja Miao Zhuang sendiri pergi untuk memeriksanya, dan hasilnya memang sangat memuaskan. Setelah kembali ke istana, dia memerintahkan pejabat-pejabat seperti ahli astrologi dan upacara, untuk memilih tanggal yang baik dan menetapkan upacara persembahan diri Putri untuk menjadi biksuni, yang membuat mereka semua pun sibuk lagi. Dipilihlah tanggal 19 bulan 6 sebagai hari di mana Putri akan memasuki kuil untuk menjadi biksuni.

Pada tanggal 17 mereka mengadakan upacara perpisahan di makam raja para leluhur, pada tanggal 18 mereka mengadakan upacara perpisahan di istana, pada pagi hari tanggal 19, Putri Miao Shan meninggalkan istana dan memasuki kuil: semua prosesi upacara, mengikuti tata cara agama Buddha, tepat tengah hari Raja Miao Zhuang secara pribadi pergi ke kuil, dan melakukan upacara penahbisan. Setelah semuanya ditetapkan, Raja Miao Zhuang memanggil Putri Ketiga Miao Shan, memberitahu dia semua telah disiapkan, dan memintanya untuk bersiap-siap. Putri Miao Shan mengucapkan terima kasih kepada ayahnya atas segala pengorbanan, kemudian pergi untuk menyiapkan segalanya, tanpa berpanjang lebar lagi.

Pada tanggal 17, Putri Miao Shan masih mengenakan pakaian putri, duduk di kereta istana, diiringi oleh rombongan pengawal, keluar meninggalkan pintu istana, dan menuju ke makam raja. Setelah memberikan penghormatan kepada para leluhur dari semua generasi dan mengucapkan doa, dia menjelaskan alasan untuk menjadi biksuni dan rasa penyesalannya, lalu menyampaikan persembahan minuman dan kain, kemudian kembali ke istana. Penduduk kota sebelumnya sudah mengetahui tentang kepergiannya, sehingga di jalan banyak yang datang untuk melihat wajah cantik Putri, dan suara sorak-sorai bergema ketika kereta istana melewati mereka. Putri Miao Shan tetap tersenyum di dalam kereta, Heshi di depan dada, sebagai penghormatan kepada semua orang.

Pada keesokan harinya, Raja Miao Zhuang seperti biasa naik ke takhta, bertemu dengan semua pejabat sipil dan militer, tiba-tiba seorang penjaga pintu gerbang masuk memberi laporan, bahwa Putri Ketiga ingin berpamitan di pintu selatan. Raja Miao Zhuang segera memerintahkan untuk memanggilnya menghadap. Tak lama kemudian, sang putri datang menghadap, melakukan salam kepada raja, bersujud memberi hormat: “Ananda tidak berbakti, karena hanya memikirkan kegiatan memuja Buddha, tidak bisa selalu menemani ayahanda Raja lagi, dosa besar sekali, hanya bisa berharap pada kekuatan Sang Buddha, untuk menambah berkah dan umur panjang pada ayahanda Raja. Besok adalah waktu untuk meninggalkan duniawi, maka datang khusus untuk berpamitan hari ini, berharap ayahanda Raja mendapat umur panjang yang tak terbatas!”

Raja Miao Zhuang mendengar kata-kata ini, merasa sangat tidak nyaman di hatinya, seperti ditusuk pisau dan panah, hampir saja air mata orang tua itu mengalir. Coba anda bayangkan ketika seorang putri kandungnya sendiri yang begitu cerdas dan pintar, yang telah dibesarkan dengan susah payah, sekarang harus memutuskan hubungannya dengannya, meninggalkan duniawi menjadi biksuni, bagaimana mungkin dia tidak tersiksa? Dia dengan susah payah menahan air mata, menghibur dan memberi semangat kepada Putri Miao Shan dengan beberapa kata, dan memerintahkan mengantar putri kembali ke istana dengan kereta kaisar sendiri.

Meskipun Putri Miao Shan memiliki tekad yang teguh, namun Qing dari orang tua selama lebih dari sepuluh tahun, juga tidak dapat sepenuhnya terbuang habis, dia juga merasa ada sedikit sulit untuk melepaskan diri sepenuhnya. Setelah kembali ke istana, duduk tidak lama, Putri Tertua Miao Yin, Putri Kedua Miao Yuan juga datang. Mereka memiliki Qing mendalam sebagai saudara, tak terelakkan untuk berbicara dan berbagi cerita dengan penuh kasih sayang, hingga senja menjelang sebelum mereka akhirnya berpisah.

Putri Miao Shan telah merencanakan segala sesuatunya dengan baik sebelumnya, sehingga pada saat ini tidak ada yang perlu dia lakukan secara khusus. Para pendamping yang akan menemani perjalanannya, selain pengasuh dan Yong Lian, juga ada sepuluh orang lebih di dapur yang bersedia ikut pergi untuk melayani Putri Ketiga. Mereka juga tidak peduli apakah sang Tuan mengizinkan atau tidak, masing-masing mulai menyiapkan diri mereka, bersiap untuk meninggalkan istana bersama Putri Ketiga besok, ini sebabnya orang-orang ini sibuk dengan persiapannya masing-masing.

Ini terjadi karena Putri Miao Shan bersifat Bajik dan mempedulikan orang-orang, sehingga semua orang senang dengannya; selain itu orang-orang ini sedikit banyak memiliki akar kebajikan, sehingga mereka rela meninggalkan kehidupan yang gemerlap, dan menjalani kehidupan yang gersang sederhana.

Semalaman tidak ada pembicaraan, hingga pagi subuh saatnya bangun, selesai membersihkan diri, karena pada saat itu Putri Miao Shan belum dicukur, maka dia masih mengenakan pakaian istana, saat sinar fajar mulai menerangi langit, seorang pelayan istana sudah datang memberi laporan: “Semua pelayan sudah siap, mohon petunjuk dari Yang Mulia Putri.” Putri Miao Shan melakukan salam ke arah pintu istana, tepat saat dia ingin pergi ke kamar tidur Raja Miao Zhuang untuk berpamitan, tiba-tiba Putri Miao Yin dan Putri Miao Yuan datang bersama-sama, dengan suara yang bersamaan mereka berkata: “Kami datang atas perintah Ayahanda Raja, khusus untuk mengantarkan adik ketiga. Ayahanda Raja mengatakan bahwa tidak perlu lagi mengunjungi kamar tidur istana untuk berpamitan.”

Putri Miao Shan kembali memberikan sembilan kali hormat ke arah kamar tidur raja dari kejauhan, kemudian dia salam perpisahan dengan kedua kakaknya, pada dasarnya memang adalah saudara kandung, tak terelakkan ada perasaan berat untuk berpisah, mereka pun mencurahkan isi hati, sebelum akhirnya Putri Miao Shan naik ke kereta dengan hati berat. Putri Tertua dan Putri Kedua juga naik ke kereta untuk mengiringinya dari belakang.

Sepanjang jalan keluar dari pintu istana, lonceng berdentang dan genderang berbunyi, musik Buddhis terdengar merdu, panji-panji berkibar di depan, sementara payung-payung bulu mengikuti di belakang, banyak pasangan membawa tungku, yang membakar berbagai macam wangi-wangian, menghasilkan asap harum yang melambai-lambai, langsung menembus langit ke 9, banyak pasangan membawa keranjang bunga, yang dihiasi dengan berbagai macam bunga aneh, wanginya pun terbawa angin. Pengasuh dan Yong Lian, satu tangan memegang tongkat Ruyi giok putih, tangan yang lain memegang kemucing rusa jantan, melayani di sisi kiri dan kanan kereta. Jenderal Pengawal Jia Ye, bersama dengan tiga ratus pasukan Pengawal Kaisar, mengawal dan melindungi kereta. Kereta Putri Tertua dan Putri Kedua, juga dikelilingi oleh pelayan istana dan gadis-gadis cantik.

Pada hari ini, orang-orang di jalanan dan pasar, padat bukan main, karena semua orang sudah mengetahui bahwa hari ini adalah hari di mana Putri Ketiga akan meninggalkan duniawi dan masuk ke biara. Sejak pagi hari sudah ada banyak orang berkumpul di jalan-jalan utama untuk menanti, semuanya ingin melihat penampilan sang Putri, bahkan banyak di antara mereka membawa bunga dan tanaman langka, bersiap untuk diberikan kepada sang Putri. Semakin lama semakin banyak orang yang berkumpul, sehingga jalan dari istana ke kuil Jinguangming, hanya dapat terlihat kumpulan kepala manusia, benar-benar semua orang keluar ke jalan, seakan seluruh negeri telah kacau.

Ketika kereta sang Putri melintas, semua orang bersorak dan menari, berebut untuk melemparkan bunga dan tanaman langka ke arah kereta, meskipun sudah dihalau oleh tentara kekaisaran, juga tak berhasil membubarkan kerumunan itu. Kereta belum berjalan seberapa jauh, dalam kereta sudah penuh dengan bunga, dilihat dari kejauhan seolah-olah seluruhnya terangkai dari bunga, dengan aroma harum menyelimuti udara, sungguh pemandangan yang indah.

Sepanjang jalan meninggalkan gerbang kota, perlahan-lahan menuju lereng Gunung Yemo, sang Putri yang sedang duduk di dalam kereta, memandang jauh ke arah Gunung Yemo tersebut, meskipun tidak terlalu tinggi dan curam, namun tetap gagah dan indah, mempunyai keunikan tersendiri. Sekitar sepuluh Li dari kota, daerah ini jauh dari kebisingan, secara alami merupakan tempat yang sempurna untuk Berkultivasi Sejati.

Melaju dan melaju, hingga telah tiba di depan gunung, setelah mengitari sebuah celah di gunung, ketika diamati lagi, depan mata tertutup sinar cahaya, hanya terlihat di depan adalah sebuah gerbang kaki gunung yang gemerlap keemasan, di dalamnya terdapat lorong tangga batu putih, yang langsung menuju ke depan aula Raja Langit. Dikelilingi dinding merah di empat sisi, atapnya tertutup genteng kaca berwarna emas, saat matahari menyorot di atasnya, terlihat ribuan ular emas melingkar-lingkar di udara, bersinar terang menyilaukan mata, sungguh agung tak tertandingi.

Putri Miao Shan tiba di gerbang kaki gunung, turun dari kereta dan berjalan, ketika sampai di aula Raja Langit dia memberi hormat kepada Empat Maharaja Langit, Maitreya, Skanda, kemudian masuk ke dalam dan menemukan dirinya di sebuah lapangan yang sangat besar. Di lapangan, pohon pinus dan cemara tua tumbuh seperti tubuh dan kepala naga, warna hijaunya lebat menutupi langit. Di atasnya adalah sebuah mimbar yang terbuat dari batu putih, dan di belakang mimbar adalah aula utama kuil. Di samping mimbar, berdiri dua baris biksuni, sekitar tiga puluh orang, ketika melihat kedatangan putri, mereka mengatur diri mereka sendiri dan satu per satu turun menyambut. Ternyata mereka adalah biksuni dari berbagai tempat, mendengar bahwa Putri telah memutuskan untuk meninggalkan duniawi dan bergabung dengan biara ini, jadi mereka khusus datang untuk menetap di kuil tersebut. Sekarang, baik di atas mimbar maupun di bawah, banyak sekali orang berkumpul, tetapi saat melihat sang Putri datang: semuanya memberi jalan, dan dua baris biksuni pun mengantarnya ke aula utama kuil.

Pada saat itu, lonceng dan gendang berbunyi di dalam kuil, lilin-lilin bercahaya di atas meja, asap dupa mengelilingi, warna merah dan hijau menghiasi, semua orang menutup mata dan melakukan Heshi, sambil melafalkan sutra “Surangamaā€¯. Putri memberi hormat kepada sang Buddha. Setelah baca sutra selesai, dia diantar oleh para biksuni ke ruang meditasi untuk istirahat. Para biksuni satu per satu memberikan penghormatan, menyebutkan nama Buddhis mereka kepada Putri Miao Shan, sambil menawarkan teh harum untuk menghilangkan dahaga Putri.

Pada saat itu sekelompok orang berkumpul di luar ruang meditasi, membuat keributan dan kekacauan. Beruntung ketika mereka mendengar bahwa Putri Miao Shan telah tiba, semua orang khawatir berbuat dosa kesalahan, sehingga mereka pun meninggalkan tempat itu. Sungguh benar perkataan:

Hari ini menyembah takhta Buddha, esok hari menyelamatkan banyak orang.

(Bersambung)