Keluarga

Peran Ayah dalam Perkembangan Anak

@Unsplash

Tanggal 12 November lalu, Indonesia memperingati Hari Ayah Nasional. Tidak seperti Hari Ibu yang lebih populer, belum banyak yang mengetahui adanya Hari Ayah di Indonesia. Tidak mengherankan, karena Hari Ayah baru dideklarasikan pada 2014, meski di beberapa negara Eropa, telah dirayakan pada 19 Maret sejak Abad Pertengahan. Di Indonesia sendiri, kampanye untuk merayakan Hari Ayah tidak memiliki antusiasme seperti halnya Hari Ibu – mungkin karena ayah tidak memiliki daya tarik sentimental yang sama seperti yang dimiliki ibu.

Bentuk modern Hari Ayah dikenalkan pertama kali oleh Sonora Smart Dodd pada 19 Juni 1910, yang kemudian menyebar ke negara-negara lain. Sejak saat itu, Hari Ayah mulai dirayakan pada hari Minggu di pekan ke tiga bulan Juni di Amerika dan lebih dari 75 negara lain. Sedangkan di belahan dunia lainnya, dirayakan pada tanggal-tanggal yang berbeda.

Sonora Smart Dodd, yang dibesarkan oleh ayah tunggal setelah ibunya meninggal dunia, memulai upayanya untuk menetapkan Hari Ayah karena berpikir ayah juga perlu dihormati dengan cara yang sama seperti ibu. Meski diperingati sebagai bentuk penghormatan pada ayah dan pengaruh ayah dalam masyarakat, namun banyak yang melupakan peran ayah berkaitan dengan efek psikologis dan perkembangan seorang anak.

Peran Ayah Mulai Disorot

Pada 1975, seorang psikolog anak terkemuka, Michael E. Lamb mengingatkan dunia dengan menuliskan artikel berjudul “Fathers: Forgotten Contributors to Child Development.”  Sebuah literatur dan penelitian tentang peran ayah dalam perkembangan anak yang ditinjau dari interaksi ayah-bayi dan dampak ayah pada perkembangan sosial bayi. Meski artikel tersebut kontradiksi dengan pandangan umum yang saat itu beredar, namun tidak lama setelahnya, bermunculan riset-riset baru yang mengeksplorasi interaksi antara ayah dan anak.

Berbeda dengan ibu yang secara biologis, dibutuhkan perannya pada perkembangan anak, banyak yang beranggapan jika peran ayah pada anak sangat kecil atau meskipun ada, pengaruhnya tidak secara langsung. Ditambah lagi adanya beberapa kondisi yang menambah panjang jarak yang tercipta antara ayah dan anak, seperti perceraian dalam rumah tangga. Menurut data Badan Pusat Statistik, angka perceraian di Indonesia, dari 2007 hingga 2016 cenderung meningkat. Pada 2016, angka perceraian mencapai 365 ribu pasangan atau 0,2%. Kesibukan dalam pekerjaan juga menjadi salah satu faktor utama memperpanjang jarak antara ayah dan anak. Namun, yang paling disayangkan adalah faktor pengalih perhatian ayah saat berada di dekat anak seperti telepon seluler, bermain games, atau melakukan hobi, karena meskipun ayah berada di dekat anak, namun anak tidak mendapatkan perhatiannya.

Sebuah analisis terhadap lebih dari 100 studi tentang hubungan ayah-anak karya Rohner dan Veneziano pada 2001, menemukan bahwa cinta dan pengasuhan ayah pada anaknya sama pentingnya dengan cinta dan pengasuhan seorang ibu bagi kebahagiaan, kesejahteraan, dan kesuksesan sosial-akademik sang anak. Beberapa penelitian bahkan menunjukkan cinta ayah adalah kontributor yang lebih kuat untuk beberapa hasil positif penting bagi kesejahteraan anak.

Kasih Sayang Ayah Berbeda dengan Ibu

Berbeda dengan ayah dan ibu yang harus saling beradaptasi dan saling memahami karena perbedaan biologis, karakter, dan sifatnya, agar rumah tangga tetap harmonis, anak justru mendapatkan manfaat atas perbedaan ayah dan ibunya. keterlibatan yang ditunjukkan Ayah berbeda dengan Ibu. Namun karena perbedaan inilah, membuat keduanya dapat saling melengkapi.

Dalam artikel Appreciating How Fathers Give Children a Head Start dalam laman ECLKC (Early Childhood Learning & Knowledge Center) dituliskan bagaimana perbedaan peran Ayah dan Ibu terhadap anak.

Ayah Cenderung Bermain Bersama Anak

Ibu cenderung merawat anak, sedangkan ayah cenderung bermain dengan mereka. Sudah umum melihat ayah bergulat, melemparkan anak ke udara, atau mengejar mereka meski belum pandai berjalan. Ayah menunjukkan permainan yang lebih keras, sementara ibu lebih bersifat tenang. Ayah mendorong kemandirian sementara ibu lebih menjaga keamanan.

Ayah Mendorong Kepercayaan Diri 

Ketika keluarga pergi ke taman bermain. Umumnya Ayah akan mendorong  anak memanjat lebih tinggi, mengayun lebih keras, atau mengendarai sepeda lebih kencang. Sedangkan Ibu cenderung berhati-hati. Hanya mengadopsi salah satu gaya pengasuhan tersebut, akan berujung ketidakseimbangan. Anak perlu didorong melakukan hal yang berisiko namun tetap mempertimbangkan konsekuensi. Ini akan membantu anak-anak tetap aman sambil memperluas pengalaman dan kepercayaan diri mereka.

Ayah Berkomunikasi Secara Berbeda

Sebuah penelitian menemukan cara komunikasi yang berbeda antara Ayah dan Ibu. Ibu umumnya menyederhanakan kata-kata mereka, berbicara pada tingkat anak, dan cenderung lebih deskriptif. Sedangkan Ayah berbicara seperti biasa. Pembicaraan ayah cenderung lebih singkat, terarah, dan to the point. Dengan menghadapi dua gaya yang berbeda, anak-anak akan diuntungkan, karena mereka akan mengalaminya saat dewasa.

Ayah Mempersiapkan Anak-Anak Menghadapi Realita

Secara umum, ayah cenderung melihat anak mereka berkaitan dengan bagian dunia yang lain, sementara ibu cenderung melihat bagian dunia yang lain sehubungan dengan anak mereka. Sebagai contoh, ibu menjaga hal-hal dari luar yang dapat melukai anak mereka (misal: kekerasan, kilat, kecelakaan, penyakit, orang asing, anjing, atau kucing). Sedangkan ayah, cenderung fokus pada bagaimana anak-anak dipersiapkan untuk menghadapi sesuatu yang mungkin akan mereka temui. Dengan kata lain, Ayah membantu anak-anak melihat bahwa sikap dan perilaku tertentu memiliki konsekuensi tertentu. Secara umum, ayah membantu anak-anak bersiap menghadapi kenyataan, dan ibu melindunginya.

Demikianlah, keterlibatan Ayah memberi manfaat positif dan memiliki kontribusi penting dalam kehidupan anak-anak mereka.

Dan meskipun sedikit terlambat, selamat Hari Ayah pada para Ayah! (NTD Indonesia/ averiani)