Tujuan Terakhir dari Paham Komunis

Tujuan Terakhir dari Paham Komunis (28): Mengubah Manusia Menjadi “Bukan Manusia”

“Tujuan Terakhir dari Paham Komunis” (28)

2. PKT Mengubah Manusia Menjadi Bukan Manusia

Cuci otak, penipuan, perusakan, dan mutasi yang dilakukan PKT secara terus-menerus, telah menyebabkan anak muda zaman sekarang tidak memiliki kebudayaan, tidak mempedulikan moralitas, hasilnya sejumlah orang berperilaku serigala, hanya saja berwujud manusia.

Sejak 2004, di daratan sangat populer “Kebudayaan Serigala”. Dari novel, film, hingga buku pegangan pelatihan perusahaan, semuanya menyanjung “Kebudayaan Serigala”. Penyanjungnya mendorong, agar naluri serigala yang liar – brutal – serakah – tirani, digunakan bahkan dalam pekerjaan, dan menyebutnya “Semangat Juang”. Banyak orang beranggapan ini adalah kebudayaan “maju” sang pemenang di tengah kompetisi bertahan hidup. Dengan kata lain, manusia tidak membutuhkan konsep moralitas, di tengah kompetisi menghalalkan segala cara untuk menang, itu barulah kriteria pengukur dalam pekerjaan dan perilaku manusia.

Seperti kata pepatah: “Berbisa Bagai Ular Kalajengking, Ganas Bagai Serigala”, ular – kalajengking – serigala tidak memiliki perasaan sedikit pun, bahkan orang tua sendiri juga boleh dikoyak-koyak dan ditelan. Sekarang ini banyak anak muda tidak memiliki konsep kebudayaan sedikit pun, melakukan sesuatu tanpa landasan moral, di rumah menganggap diri paling hebat, di tempat umum caci-pukul orang tua, parahnya lagi orang tua dianggap musuh, begitu tidak sesuai dengan kehendaknya langsung memukuli dengan ganas, orang-orang seperti ini tidak heran disebut “anak serigala”, Memang Cocok Bukan Main.

A. Pemikiran

i. Tidak Mengenal Kebudayaan Tradisional, Moralitas Hanya Lembaran Kosong

Setelah PKT berkuasa, mengindoktrinasi sejarah sesat kepada beberapa generasi rakyat Tiongkok, cuci otak dengan Ateisme dan ‘Filosofi Pertarungan’, sehingga menyebabkan sekarang ini banyak orang Tiongkok yang tidak peduli dengan Kebudayaan Tradisional, ini juga menyebabkan nilai tradisional dalam hati manusia bertumbangan, moralitas tinggal lembaran kosong belaka.

Banyak orang begitu menyinggung tentang Tiongkok kuno atau sejarah kuno, dalam hati segera terpikir ini adalah “takhayul”. Yang sedikit lebih enak didengar: “pemahaman nenek moyang purba tentang fenomena alam dan niat muluk untuk menaklukkan alam” telah menciptakan “mitos”. Dengan demikian, sejarah Tiongkok kuno seperti Da Yu menyingkirkan air bah dan lainnya, dianggap sebagai “imajinasi yang ajaib”. Ketika menyinggung tentang Kaisar zaman kuno, dalam hati segera terpikir “kediktatoran feodal”, persis seperti kekuasaan mutlak PKT yang “tidak percaya Hukum Langit”. Seperti diketahui, dalam Kebudayaan Warisan Dewa, “Putra Langit” sebagai anak dari Tuhan di Langit, harus menjaga moralitas, mengikuti aturan Langit dan Bumi. Jika tidak, Tuhan akan mencampakkan dia, dan mengutus orang yang lebih berbudi luhur untuk menggantikan. Dengan dasar ini, rakyat dapat mengkritik Kaisar berlandaskan “Prinsip Langit”. Gelar “Putra Langit” sama sekali bukan untuk menyanjung Kaisar setinggi langit, namun justru menekankan bahwa kekuasaannya adalah pemberian sekaligus dibatasi oleh Tuhan.

Tradisi bangsa Tionghoa menganggap rasa hormat – kebaikan – lemah lembut – sederhana – mengalah sebagai nilai-nilai mulia. Sedangkan orang sekarang, menganggap pertarungan dan ‘Kebencian’ sebagai “kemuliaan”, bahkan beranggapan bahwa orang Tiongkok sejak dulu “Bertarung dengan Langit, Bertarung dengan Bumi”, biasanya demi secuil hal kecil, bertarung hingga kepala pecah darah berceceran, dan dianggap “Sesuai Prinsip Langit dan Bumi”; kenyataannya justru etiket dalam menghormati Tuhan, sopan terhadap orang lain, itu barulah benar-benar “Sesuai Prinsip Langit dan Bumi”. Ketika bepergian ke Jepang, banyak orang Tiongkok takjub dengan sikap mengalah dan sopan santun masyarakat di sana, sebenarnya ini justru adalah tradisi bangsa Tionghoa yang telah dihancurkan PKT, namun telah dilestarikan oleh Jepang hingga kini.

ii. Manusia Bagaikan Serigala, Sanggup Melakukan Segala Kejahatan

Orang Tiongkok yang sejak kecil telah diindoktrinasi Ateisme dan Filosofi Pertarungan yang percaya ‘Kuat makan Lemah’, yang menyaksikan langsung kebrutalan dan kebiadaban rezim PKT, setelah dewasa akhirnya percaya buta terhadap kekuatan tinju, pikiran dan perilaku dipenuhi sifat kejam dan bengis. Situs berita di Tiongkok, sering dapat ditemukan berita mengejutkan seperti ini: Membantai keluarga, membunuh ayah (ibu), membunuh istri, meracuni, mengebom, membacok, kekerasan seksual anak oleh guru TK yang tak manusiawi, berandal membunuh terang-terangan di TK, gadis diperkosa, bongkar paksa, pemerintah kota memukuli orang dan lainnya, kasusnya banyak sekali.

Tahun 2004, PKT menugaskan Sina.com untuk melakukan survei online skala besar, terhadap pertanyaan “dalam perang apakah boleh menembak wanita dan anak-anak?”, dari 30 ribu anak muda, ada lebih dari 82,6% responden yang memberikan jawaban setuju! Setelah berkali-kali insiden serangan teroris termasuk peristiwa “9.11”, banyak sekali netizen Tiongkok bersorak-sorai merayakannya. Reaksi yang begitu biadab dan dingin, membuat orang-orang bergidik.

Tahun 2011, mahasiswa akademi musik Xi’an, Yao Jiaxin, membawa mobil dan menabrak seorang wanita yang sedang naik sepeda listrik, Yao Jiaxin turun untuk memeriksa keadaan, namun menemukan bahwa wanita yang tertabrak sedang mencatat plat mobilnya. Yao segera masuk ke mobil dan menarik sebilah pisau, dan dengan ganas menikam wanita itu sebanyak 6 kali, hingga mati terbunuh. Adik kelas perempuan Yao, Li Mou, berkomentar di internet: “Jika saya adalah dia, saya juga akan menikam …… dasar tidak punya otak (almarhum dalam peristiwa Yao Jiaxin) sungguh tidak tahu malu, masih berani catat plat?” Kekejian dan darah dinginnya membuat orang merinding.

Tahun 2013, Fakultas Kedokteran Universitas Fudan Shanghai, mahasiswa pascasarjana angkatan 2010, Lin Senhao, dikarenakan hal sepele terjadi konflik dengan Huang Yang teman sekamarnya, Lin Senhao mengambil bahan kimia yang sangat beracun dari laboratorium dan menaruhnya ke dalam dispenser minuman asramanya, setelah meminum air tersebut Huang Yang meninggal.

Bulan Juli 2013, di dekat sebuah stasiun bus Distrik Daxing Beijing, hanya dikarenakan perselisihan parkir, seorang pria menarik seorang bayi perempuan usia dua tahun dari dalam kereta bayi, mengangkatnya ke atas kepala dan dibanting ke lantai, bayi perempuan itu gagal diselamatkan dan meninggal. “Insiden bayi perempuan dibanting hingga mati di jalan Beijing” telah mengejutkan masyarakat.

Dalam kehidupan sehari-hari, langsung memukul dengan ganas karena hal sepele, sudah menjadi hal yang umum. Orang berusia lanjut tidak paham: “Apa yang terjadi dengan orang Tiongkok?” Ini dikarenakan PKT yang menjunjung tinggi kekerasan, telah menuang “Kebencian” ke dalam darah orang Tiongkok.

iii. Antar Manusia Saling Menipu

“Krisis integritas” mungkin menjadi topik moralitas yang paling menarik perhatian rakyat Tiongkok. Karena “krisis integritas” secara langsung merugikan kepentingan pribadi setiap orang dalam masyarakat. Dari rokok palsu – arak palsu – faktur palsu – “spekulasi pejabat” di era 80-an, orang Tiongkok sudah mulai menyerukan ‘integritas’, dengan nyaring melawan barang palsu, hingga awal milenium, penipuan sudah memenuhi semua aspek kehidupan masyarakat, “krisis integritas” menciptakan banyak perangkap dalam hidup, agar rakyat Tiongkok hidup dalam kelelahan mental dan fisik.

Setibanya hari ini, fenomena barang palsu dan bermutu rendah banyak bertebaran: dari makanan hingga perumahan, dari produk hingga jasa pemeliharaan, pengobatan penyakit, menyewa tunangan untuk mengunjungi orang tua, di mana-mana terjadi krisis integritas. Jadi orang Tiongkok zaman sekarang sungguh tidak mudah, jika membeli sayur dan daging, harus bisa mendeteksi apakah beracun atau tidak; jika membeli rumah, harus menjadi ahli kualitas bangunan; jika anak divaksin, harus bisa mengenali apakah vaksin itu asli atau palsu; bahkan menyumbangkan uang kepada asosiasi Palang Merah dan organisasi amal lainnya, juga harus mampu menilai kredibilitasnya.

Kepiting diberi obat kontrasepsi, telur palsu, obat penghancur lemak, Sudan Merah, kapsul beracun, susu bubuk beracun, tesis palsu, ‘Bangunan Sekolah Bagai Ampas Tahu’ …… plagiat & pemalsuan berbagai bidang ini, sekarang dijuluki “Benteng Bandit”, orang-orang sudah tidak lagi merasa aneh melihatnya. Dikarenakan penggunaan berlebih pestisida, hormon, herbisida, insektisida, obat pematang buah, obat pengawet, dan makanan palsu beracun rendahan lainnya, menyebabkan pria berubah feminin, disfungsi seksual, gangguan fisiologi wanita, tingkat kesuburan rendah, pubertas dini, malformasi bayi dan fenomena lainnya, sehingga menjadi masalah sosial yang semakin serius. Ahli medis terkenal di daratan menegaskan: beberapa dekade ke depan, pria Tiongkok tidak akan memiliki kesuburan lagi.

*Sudan Merah, skandal pewarna industri digunakan dalam makanan

*’Bangunan Sekolah Bagai Ampas Tahu’, skandal korupsi bahan bangunan sekolah di Sichuan; kasus mencuat setelah terjadi gempa besar 12 Mei 2008 di Sichuan.

Mengenai “krisis integritas”, ada orang berpendapat, kunci utamanya masih tetap pada integritas pemerintah. Ini juga tidak salah, bukankah “di atas tidak benar maka di bawah juga tidak benar”? Namun akankah PKT menekankan integritas? Bisakah meminta para pejabat korup berhenti memperdagangkan jabatan? Membuka blokir internet agar orang-orang membaca buku ini dan memahami fakta? Dan mengakui pemalsuan sejarah yang dilakukan PKT? Ini seperti meminta harimau menguliti dirinya sendiri.

Ada orang berpendapat, harus memperkuat Institusi Hukum, agar pemalsu mendapat hukuman berat dan tidak berani melakukan plagiat lagi. Namun persoalannya adalah siapa yang mengawasi dan menjalankan hukum? Siapa yang akan mengawasi personel penegak hukum? Siapa yang menjamin pejabat Biro Pengendalian Mutu tidak akan korup?

Pada akhirnya, ada orang menyerukan agar kembali ke Kebudayaan Tradisional. PKT juga sedang menekankan pendidikan Kebudayaan Tradisional. Namun membicarakan Kebudayaan Tradisional dengan dasar Ateisme dengan ajaran moral yang telah dirusak PKT, apa bedanya? Memberitahu kutipan “Konfusius”, “Puisi Klasik” apakah orang-orang langsung teguh menjaga integritas?

Sebagai contoh, ketika seluruh industri menambahkan melamin C3H6N6 ke dalam produk susu, namun tidak perlu bertanggung jawab terhadap konsekuensinya, maka perusahaan yang ingin menjalankan bisnis dengan jujur, akan tersapu habis dalam menghadapi persaingan biaya. Dalam kondisi ini, tantangan untuk semua orang adalah, bertekad menjaga integritas walau mengalami kerugian, ataukah mengikuti arus untuk mengeruk uang dengan mudah?

Menghadapi masyarakat yang jelas mengerti bahwa menjadi orang baik itu merugikan, “Kebudayaan Tradisional” yang kandungan sifat Ilahinya telah dicongkel oleh PKT, tidak akan bisa menunjukkan alasan kenapa manusia harus menjaga integritasnya.

Sebenarnya, jika kita mengembalikan nilai Kebudayaan Warisan Dewa yang telah dicongkel PKT, maka persoalan ini menjadi sederhana. Bagi orang yang dalam hatinya percaya bahwa “Tiga kaki di atas kepala ada Dewata”, akan tegar menjadi orang baik, karena sifat tulus berintegritas adalah fondasi perilaku manusia yang dianugerahkan oleh Tuhan, sama seperti tulisan yang ditemukan di dalam kuil-kuil kuno: “Anda menipu Anda sendiri, Saya tidak menipu Anda; Manusia merugikan Manusia sendiri, mana mungkin Langit merugikan Manusia?” Walaupun tidak mungkin semua orang demikian murah hati, sebab masyarakat tradisional juga ada orang berbudi luhur dan juga ada orang rendahan, namun dalam masyarakat hari ini yang “setiap orang mencelakakan saya, saya juga mencelakakan setiap orang”, asalkan ada sebagian orang bersedia menelan kerugian dan bertekad menjunjung prinsip moral, maka akan ada lebih banyak orang lagi yang terbangkitkan sifat baiknya.

“Krisis integritas” Tiongkok, dari demonstrasi rakyat di era 80-an, hingga proposal Kongres Rakyat di era milenium, laporan pemerintah secara khusus menyatakan ingin membangun masyarakat berintegritas, sampai hari ini ahli sosiologi, psikologi, Jurisprudens, dan bidang lainnya juga sedang menelitinya. Beberapa dekade terakhir, masalah integritas sebaliknya makin lama makin krisis, ini jelas bukanlah sebuah persoalan sederhana di tengah “pembangunan”.

Orang Tiongkok dikarenakan didikan ‘pertarungan’ dan kebohongan yang ditanamkan PKT menyebabkan hati sekelompok besar manusia menjadi tertutup dan egois. Seseorang sangat sulit untuk sepenuhnya mempercayai orang lain, telah tercipta satu kondisi mental abnormal yang curiga terhadap orang lain, merasa dunia adalah tempat yang berbahaya, hubungan antarmanusia adalah palsu. “Mengandalkan Gunung, Gunung malah tumbang” telah dianggap sebagai prinsip sejati. “Bertemu Manusia, gunakan bahasa Manusia; Bertemu Setan, gunakan bahasa Setan” ini telah menjadi norma masyarakat, orang-orang dalam menangani hubungan interpersonal yang abnormal semacam ini, merasa menderita dan kelelahan, namun juga tak berdaya melepaskan diri, setiap orang juga ikut berkonstribusi mendorong arus, sehingga kebiasaan masyarakat menjadi bertambah buruk.

*Mengandalkan Gunung, Gunung malah tumbang; Mengandalkan orang, orangnya malah kabur; Mengandalkan diri sendiri adalah paling baik. Kata-kata motivasi yang beredar dalam masyarakat Tiongkok.

Selama beberapa dekade, persoalan integritas yang terus dibahas dan tiada hentinya mengalami krisis ini, semua adalah akibat perusakkan nilai-nilai tradisi oleh PKT; akibat dari nilai yang gencar dipromosikan PKT yakni “Diam-diam Meraup Keuntungan Besar”; akibat dari provokasi pertarungan massa yang dilakukan PKT, orang-orang terpojok tidak saling percaya dan saling Mengungkap dan Mengkritik. Ketika orang-orang ingin menangani suatu masalah, akan menyadari bahwa semua upaya keras mereka begitu berurusan dengan PKT, akan menjadi persoalan sulit tanpa solusi, karena masalah itu sebenarnya adalah hasil ciptaan PKT sendiri.

*”Keuntungan Besar” yang tidak berdasarkan moralitas dan hilangnya nilai tradisi, membuat rakyat Tiongkok mengalami krisis integritas; orang-orang “Diam-diam” korupsi, “Diam-diam” memalsukan bahan dasar produk, “Diam-diam” menaruh zat berbahaya, yang semuanya didasari pengejaran “Keuntungan Besar”.

iv. Super Mata Duitan

Beberapa tahun terakhir, berita terkait “wanita sok pamer” dan “wanita mata duitan” bermunculan, tanpa henti menjadi debat panas masyarakat. Beberapa wanita muda itu, dengan media internet, berkoar-koar dan memamerkan kelebihan gaya hidupnya, kekayaannya, harta bendanya; membagikan ke internet rumah mewahnya, mobil bermerek, tas bermerek, jam tangan, perhiasan dan lain-lain. Di suatu acara kencan buta TV, ketika seorang tamu pria yang suka bersepeda namun pengangguran bertanya kepada beberapa tamu wanita: “Di kemudian hari apakah bersedia setiap hari menemani saya bersepeda?” Seorang wanita keceplosan: “Saya mending duduk dan menangis dalam BMW saja.” Ada beberapa orang bahkan terus terang meneriakkan slogan “Ayo kobarkan sifat materialistik-mu”.

Penyembahan uang tanpa basa-basi ini, selain telah menimbulkan protes publik, juga telah memancing banyak sekali rasa kagum. Ini adalah kondisi abnormal masyarakat, adalah indikasi penting runtuhnya sistem nilai, adalah wujud lain Kebudayaan PKT di jalur latar sejarah yang baru. Dari Materialisme yang menjadi leluhur PKT, hingga penyembahan uang terus terang zaman sekarang sebenarnya hanya terpisah satu langkah kaki saja.

v. Era Keburukan

Cita rasa estetika orang dan mistar moralitas erat berkaitan. Umat manusia normal menghargai kesenian yang indah, murni, baik hati, dan cerah. Ketika moralitas manusia telah terdegradasi dengan serius, maka manusia akan mulai menyukai hal-hal buruk rupa, bahkan memperlakukan hal-hal buruk rupa ini sebagai kesenian yang dipuja-puja. Kesenian semacam ini juga akan secara terbalik mendorong moralitas manusia lebih cepat terdegradasi, pada akhirnya mengubah manusia menjadi ‘Bukan Manusia’.

Masyarakat Tiongkok selama 2 hingga 3 dekade terakhir, menyanjung hal rendahan sebagai mode, dan menganggap hal buruk rupa sebagai kesenian. Di Tiongkok ada adegan seniman memakan daging mayat anak kecil; tubuh telanjang diolesi madu dan duduk di dalam toilet, untuk menarik lalat menempeli tubuh; dimuliakan dengan sebutan “aksi kesenian”. Banyak orang berseru, Tiongkok telah memasuki era buruk rupa!

Mainan anak-anak zaman dulu, orang-orang selalu memilih yang indah dan sedap dilihat, namun mainan zaman sekarang, semakin buruk dan aneh maka semakin laris jualannya.

Sejumlah selebriti online demi memenangkan posisi, keburukan dianggap hal indah. Karena bergantung pada komentar dan aksi heboh, mereka menantang batas toleransi orang-orang terhadap hal jelek dan aneh, tidak dianggap memalukan, namun malah dianggap mulia. Bahkan banyak anak muda mengagumi mereka yang “tenar dalam semalam”.

Yang lebih tidak masuk akal lagi adalah, banyak kota di Tiongkok, bermunculan restoran bertema toilet. Restoran didekorasi dengan gaya toilet, nasi-sayur ditaruh dalam perabot berbentuk urinal, bahkan menyajikan es krim berbentuk tinja. Menurut berita, tamu yang datang kebanyakan adalah anak muda. (Bersambung)

Untuk membaca bagian lain, silahkan klik di sini.

Tonton di Youtube, silahkan klik di sini.